Liputan6.com, Jakarta - Peran media sosial saat ini hampir dapat dipastikan tak bisa terlepas dari unsur sosial maupun politik. Beberapa media sosial populer, seperti Twitter dan Facebook, kerap menjadi sarana masyarakat untuk menyuarakan aspirasi politiknya.
Hal itu juga dianggap lumrah, mengingat media sosial semacam Facebook memang memungkinkan hal tersebut. Namun, dalam situasi tertentu, aspirasi yang diunggah bisa menjadi lebih ramai dari biasanya.
Salah satu kondisi tersebut adalah saat pemilihan umum. Saat pemilihan umum, hampir dapat dipastikan pengguna Facebook akan berbagi pandangan politik termasuk dukungan pada salah satu calon.
Advertisement
Awalnya, keadaan itu memang dimungkinkan dan wajar. Namun unggahan yang bersifat menjatuhkan dan kabar-kabar palsu membuat sebagian pengguna Facebook memilih rehat dari jejaring sosial tersebut.
Baca Juga
Hal itu sudah dilakukan oleh beberapa pengguna Facebook asal Amerika Serikat setelah proses pemilu berjalan. Perbedaan pendapat atau pandangan yang begitu mencolok ternyata dianggap sudah tak sehat lagi.
Dikutip dari laman USA Today, Minggu (20/11/2016), salah satu suporter Donald Trump, Lydia Fielder, merasa perlu untuk unfollow sejumlah temannya.
Meskipun ia turut mengatur media sosial saat kampanye, Fielder tetap merasa keributan yang terjadi tak positif. Tren unfollow atau unfriend di Facebook memang nyata terjadi saat pemilu semacam ini, tapi Facebook sendiri tak memiliki data tersebut.Â
Seorang eksekutif Google Ben Galbraith bahkan menuturkan dirinya tak akan membuka Facebook sampai 2017. Alasannya, unggahan yang ada di layanan tersebut masih banyak yang berisi amarah dan ia lelah mengeluarkan tenaga untuk hal tersebut.
Dalam beberapa wawancara yang dilakukan pada pengguna Facebook di Amerika Serikat ditemukan bahwa banyak di antaranya yang merasa frustasi dan lelah atas komentar di layanan tersebut. Terlebih, tak jarang unggahan itu dilakukan teman atau kenalan, dan diperparah oleh berita palsu.
Keadaan itu membuat tak sedikit orang di Amerika Serikat memilih berhenti sejenak dari media sosial besutan Mark Zuckerberg tersebut. Hanya, hiatusnya sejumlah orang itu memang tak akan berpengaruh banyak terhadap Facebook.
Berdasarkan data tahun lalu, layanan tersebut telah memiliki 1,79 miliar pengguna dengan 88 persen di antaranya berasal dari luar Amerika Serikat. Sementara Amerika Serikat sendiri berdasarkan data Statista pertengahan tahun ini, menyumbang sekitar 191, 3 juta pengguna.
Berita palsu di Facebook
Sebelumnya, Facebook disebut turut berperan pada kemenangan Donald Trump pada pemilu AS beberapa waktu lalu. Sebagian pihak, algoritma News Feed Facebook membuat seseorang hanya mengetahui satu sisi saja.
Sebagai informasi, algoritma News Feed di Facebook dibuat berdasarkan ketertarikan seseorang. Jadi, sistem tersebut akan menampilkan konten-konten yang dirasa diinginkan oleh pengguna.
Namun, konten-konten tersebut tak dibuat untuk bisa membedakan apakah konten yang ditampilkan fakta atau bukan. Karena itu, hampir mungkin seseorang hanya akan melihat konten yang sesuai dengan ketertarikannya meskipun hal itu palsu.
Sebenarnya, hal itu bisa dihindari apabila seseorang memastikan sebuah informasi dengan membandingkannya ke sumber lain. Akan tetapi, studi dari Pew Research tahun lalu menemukan sekitar 63 persen orang dewasa di Amerika Serikat memilih Facebook sebagai sumber berita.
Menanggapi tuduhan tersebut, CEO Facebook Mark Zuckerberg ikut angkat bicara. Menurutnya, jumlah berita palsu dan hoax yang ada di Facebook terlampaui sedikit untuk bisa berpengaruh pada kemenangan Trump.
Suami dari Priscilia Chan itu bahkan menyebut pandangan bahwa Facebook turut menyumbang kemenangan Trump sebagai sesuatu yang gila. Kendati demikian, ia tak menampik pihaknya terus berupaya agar berita palsu dan hoax di Facebook dapat hilang sepenuhnya.
Peredaran berita palsu di Facebook sebenarnya juga tak luput dari perhatian Presiden Amerika Serikat saat ini, Barack Obama. Baru-baru ini, ia tegas menentang banyaknya berita palsu di Facebook dan menyerukan pentingnya keseriusan tentang fakta-fakta yang ada.
(Dam/Ysl)