Liputan6.com, Jakarta - Revisi Undang-Undang Informatika dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang berlaku mulai Senin (28/11/2016) kemarin mengandung beberapa poin perubahan.
Salah satunya adalah penambahan tentang ketentuan "hak untuk dilupakan" atau "right to be forgotten" yang tertuang di Pasal 26 revisi UU ITE.
Dengan adanya hak untuk dilupakan, seseorang boleh mengajukan penghapusan konten atau informasi tak benar tentang dirinya yang dipublikasikan di masa lalu. Misalnya, seseorang dibuktikan tidak bersalah oleh pengadilan.
Advertisement
Diungkapkan oleh Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan, dalam pelaksanaannya hak untuk dilupakan harus memiliki ketetapan pengadilan yang memutuskan bahwa seseorang tidak bersalah.
Baca Juga
"Nantinya, seperti apa mekanisme right to be forgotten ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)," kata Semuel saat menjelaskan revisi UU ITE di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (28/11/2016).
Ia mengatakan, saat ini hak untuk dilupakan masih perlu pembahasan lebih lanjut oleh berbagai pihak. Hal ini dimaksudkan agar peraturan tidak melanggar undang-undang lainnya. Selain itu, Indonesia sejauh ini belum memiliki pengalaman terhadap right to be forgotten.
"Nah apakah orang yang sudah direhabilitasi (sudah melaksanakan hukuman) bisa memperoleh hak untuk dilupakan atau tidak, harus didiskusikan lebih lanjut," tutur dia.
Ia juga mengungkap bahwa saat ini belum ada penjadwalan terkait kapan peraturan pemerintah mengenai hak untuk dilupakan bakal selesai.
"Pasal ini ( Pasal 26) belum bisa dijalankan. Makanya Kemkominfo akan segera berdiskusi dengan masyarakat dan stakeholder untuk menyusun payung hukum right to be forgotten," ujarnya.
Meski belum bisa diterapkan, ia mengatakan baik DPR maupun pemerintah sudah melihat pentingnya hak untuk dilupakan dalam dunia internet di Indonesia.
(Tin/Cas)