Liputan6.com, Jakarta - Banyak pihak bertanya-tanya mengapa ancaman hukuman di Pasal 27 ayat 3 dan 28 ayat 2 pada revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) hanya dikurangi dan tidak dihapuskan.
Pertanyaan ini dijawab oleh Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani, Senin (28/11/2016) malam.
Ia menjelaskan alasan pemerintah tak menghapuskan pasal yang dianggap pasal karet itu. "Kami tidak bisa menghapuskan pasal itu (tentang pencemaran nama baik dan ancaman kekerasan) karena diatur di peraturan lainnya," kata Semuel.
Advertisement
Baca Juga
Oleh karena itu, menurut Semuel, norma hukum diperlukan untuk mengatur aktivitas dalam internet. "Kalau tidak diatur dengan payung hukum, bisa merusak kebhinekaan. Karenanya, ini yang terbaik untuk saat ini," kata Semuel.
Sebagaimana diketahui, salah satu poin revisi UU ITE adalah pengurangan ancaman hukuman untuk orang yang mendistribusikan konten dengan muatan pencemaran nama baik. Semula mereka terancam pidana maksimal enam tahun, kemudian dikurangi menjadi empat tahun. Dendanya pun dikurangi dari maksimal Rp 1 miliar menjadi Rp 750 juta.
Selain itu, pengurangan hukuman juga diberlakukan bagi orang yang mengirimkan konten berisi ancaman kekerasan, yang semula bisa dipidana maksimal 12 tahun dikurangi jadi 4 tahun. Denda pun dikurangi dari maksimal Rp 1 miliar menjadi Rp 750 juta.
"Sehingga, bagi pengguna internet tidak langsung dilakukan penahanan selama proses hukum, hingga diputus bersalah oleh pengadilan. Ini membuat keseimbangan dan menjaga keharmonisan di level masyarakat," tutur Semuel.
Ia menambahkan, yang semula pelapor punya kedudukan lebih tinggi dari terlapor, sekarang tidak demikian. Menurutnya, jika pengadilan memutuskan terlapor bersalah, barulah ia bisa ditahan.
(Tin/Why)