Sukses

'Kecerdasan Buatan Mengancam Profesi Kelas Menengah'

Stephen Hawking pesimistis keberadaan kecerdasan buatan bisa menolong manusia. Alih-alih membantu, mungkin bisa mengancam pekerjaan.

Liputan6.com, London - Fisikawan kenamaan Stephen Hawking pernah mengutarakan pernyataan soal keberadaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence, AI) yang bisa mengancam umat manusia. Menurut Hawking, kecerdasan buatan juga bisa berdampak negatif pada sektor pekerjaan--khususnya pekerjaan kelas menengah.

"Keberadaan kecerdasan buatan dan automatisasi teknologi akan mengikis profesi kelas menengah. Jika dibiarkan, ini akan menciptakan ketidaksetaraan yang buruk serta risiko pergolakan industri pekerjaan yang besar," kata Hawking sebagaimana dikutip dari Business Insider, Selasa (6/12/2016).

Pria lulusan Universitas Oxford ini juga menuturkan, sistem automatisasi teknologi yang kini diterapkan banyak perusahaan besar sebetulnya memang memudahkan proses manufaktur yang tadinya dilakukan manusia.

Namun implementasi tersebut diibaratkan seperti mata pisau. "Proses manufaktur industri yang tadinya dilakukan secara tradisional akan berubah total. Namun profesi kelas menengah seperti pekerja pabrik yang tadinya diperkerjakan untuk itu, tak lagi akan dibutuhkan. Ke mana mereka nanti akan bekerja?" tutur ia menambahkan.

Ia sebelumnya berkata, jika kecerdasan buatan dan automatisasi teknologi terus digencarkan perusahaan besar, kesenjangan ekonomi akan meningkat, mengingat banyak pekerjaan yang dilakukan secara otomatis dan para pemilik mesin enggan membagi keuntungan.

"Sejauh ini tren yang berkembang mengarah pada pilihan kedua dengan teknologi menjadi salah satu faktor meningkatnya kesenjangan," kata Hawking.

Apa yang dikhawatirkan Hawking, memang tengah terjadi pada saat sekarang ini. Pada Februari 2016 lalu, Citibank bekerja sama dengan Universitas Oxford memprediksi bahwa 47 persen pekerjaan kelas menengah di Amerika Serikat (AS) akan musnah akibat automatisasi teknologi.

Sementara negara-negara lain pun kena imbasnya; Inggris mengalami 35 persen pemangkasan karyawan, serta Tiongkok dengan persentase paling tinggi 77 persen.

(Jek/Why)