Liputan6.com, Singapura - Teknologi Big Data tak dimungkiri merupakan barang baru yang belum banyak digunakan perusahaan. Terlepas dari pemanfaatan yang sangat menjanjikan, teknologi itu ternyata belum diaplikasikan oleh banyak perusahaan.
Menurut Chief Technology Officer Cloudera Amr Awadallah, ada dua hal menyebabkan teknologi ini masih membutuhkan waktu untuk diadopsi lebih banyak pengguna. Ia menuturkan masih ada sejumlah eksekutif di perusahaan yang belum mengetahui pemanfaatan teknologi Big Data.
"Masih banyak CEO, CTO, dan eksekutif sejumlah perusahaan yang masih enggan untuk memanfaatkan teknologi Big Data," tutur pria yang pernah bekerja di Yahoo tersebut.
Advertisement
Padahal, teknologi dapat diaplikasikan dan memberikan perubahan pada sejumlah lini bisnis, seperti telko, kesehatan, manufaktur, perbankan, termasuk pemerintah.
Ia pun tak menampik perlunya edukasi terhadap pasar. Untuk itu, perlu pendekatan agar teknologi ini dapat digunakan secara tepat di masing-masing bidang tersebut, mengingat teknologi Big Data memang masih anyar.
Tantangan lain yang tak kalah penting adalah jumlah sumber daya manusia yang tersedia. Big Data merupakan teknologi atau ilmu baru yang masih belum dipelajari oleh banyak orang, kondisi itu tentu berbanding lurus dengan ketersediaan ahli di bidang Big Data yang tersedia di pasar.
Dalam hal ini, Cloudera juga turut berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia yang mampu menguasai teknologi baru ini. Ada dua pendekatan yang dilakukan perusahaan asal Amerika Serikat itu guna mendorong pertumbuhan sumber daya manusia di bidang Big Data.
Pertama, bekerja sama dengan sejumlah universitas untuk memastikan ada sebuah program khusus yang memang ditujukan untuk menghasilkan lulusan dengan kemampuan mengolah data. Cloudera telah menyiapkan materi pembelajaran yang siap digunakan secara gratis untuk masing-masing universitas.
Baca Juga
"Hal lain yang dilakukan adalah dengan bekerja sama dengan sejumlah pemerintah. Jadi, pemerintah di Malaysia memberi intensif pada perusahaan yang ingin mengikuti program dari Cloudera dengan mensubsidi biaya pelatihan hingga 50 persen," ujarnya.
Dengan demikian, perusahaan dapat meningkatkan kemampuan pegawainya dalam hal pengolahan data. Kendati belum digunakan dalam skala besar, Awadallah optimistis teknologi ini akan cukup cepat diadopsi oleh lebih banyak pihak. Pria lulusan Cairo University ini mencontohkan perkembangan Cloudera yang terbilang sangat cepat.
Pertumbuhan perusahaan yang berdiri pada 2008 ini telah melampaui sejumlah perusahaan lain ketika pertama berdiri. Pertumubuhan cukup cepat memang masih terjadi di Amerika Serikat, tapi kondisi serupa dipastikan juga akan terjadi di Eropa, termasuk Asia dalam beberapa tahun ke depan.
Ia menegaskan, perusahaan besar memang tak seperti konsumen yang bisa langsung menggunakan sebuah produk ketika rilis. Butuh waktu bagi perusahaan sekitar satu sampai tiga tahun untuk bisa mengadopsi sebuah teknologi baru.
"Jelas, butuh waktu untuk teknologi ini dapat diimplementasikan secara luas. Namun kondisi ini (pertumbuhan Big Data) memang sedang terjadi," tutur Awadallah mengakhiri pembicaraan.
Sebagai informasi, Cloudera sendiri merupakan perusahaan yang menawarkan platform manajemen dan analisis data modern. Platform Cloudera dibangun pada teknologi open source terbaru, Apache Hadoop.
Perusahaan ini telah memiliki 1.500 anggota dengan 2.600 rekanan di seluruh dunia. Sebagai perusahaan privat, Cloudera telah mendapat pendanaan dengan nilai mencapai US$ 1 miliar. Investor terbesar perusahaan ini adalah Intel yang juga menjadi klien dari Cloudera.
(Dam/Isk)