Sukses

ZTE Bakal Rumahkan 3.000 Karyawan

Produsen smartphone asal Tiongkok ZTE dikabarkan akan memrumahkan 3.000 karyawannya.

Liputan6.com, Tiongkok - Pembesut perangkat komunikasi Tiongkok, ZTE, dikabarkan akan memrumahkan 3.000 karyawan. Menurut sumber dalam perusahaan, jumlah tersebut sekitar seperlima dari total karyawannya.

Sebagaimana laporan Reuters yang Tekno Liputan6.com kutip, Senin (9/1/2017), ZTE tengah menghadapi sanksi perdagangan dari Amerika Serikat yang mengganggu rantai pasokannya.

Sumber yang tak mau disebut namanya mengungkap, perusahaan yang bermarkas di Shenzhen, Tiongkok itu memiliki total karyawan 60.000 orang. Menurut sumber tersebut, nama besar ZTE berhasil menjadikannya sebagai salah satu pembesut perangkat telekomunikasi di dunia.

"PHK pada karyawan di unit perangkat di Tiongkok bakal lebih dari 20 persen dari jumlah karyawan yang dirumahkan," kata seorang eksekutif senior perusahaan. Menurutnya, proses PHK bakal selesai pada kuartal pertama 2017.

Seorang manajer lokal salah satu cabang perusahaan di luar negeri menyebutkan, 10 persen kuota PHK untuk karyawan di departemennya.

"Saya sudah diberikan daftar nama yang harus dirumahkan, sebab mereka sudah melamar pekerjaan di Huawei. Hal itu dianggap sebagai faktor yang tak stabil," ujar manajer di luar unit perangkat yang meminta namanya tak disebutkan.

Pihak ZTE sendiri menolak berkomentar atas hal ini. Untuk diketahui, ZTE merupakan satu-satunya vendor smartphone yang dianggap cukup berhasil di AS. Pangsa pasarnya di negara tersebut mencapai 10 persen.

Maret lalu, pihak US Commerce Department mengumumkan akan memberlakukan larangan ekspor perusahaan AS kepada ZTE. Sebab ZTE diduga melanggar sanksi dengan melakukan penjualan ke Iran.

Larangan itu kabarnya belum berlaku menyusul serangkaian ampunan hingga 27 Februari 2017. Meski begitu, jika larangan berlaku, rantai pasokan perusahaan bisa rusak. 

Gara-gara larangan tersebut, perusahaan AS seperti Qualcomm, Microsoft, dan Intel tak akan bisa mengirimkan pasokan ke ZTE. Padahal, perusahaan-perusahaan itu memenuhi sepertiga komponen yang dibutuhkan untuk produksi handset ZTE.

Dalam sebuah sambutan awal tahun, Chairman ZTE Zhao Xianming mengatakan kepada para staf bahwa penjualan tahunan mereka yang mencapai US$ 15 miliar atau sekitar Rp 200 triliun telah mengalami krisis terbesar dalam sejarah 31 tahun.

"Pada 2017, bisnis yang tidak sesuai dengan arah strategi perusahaan atau memiliki output rendah akan ditutup, ditangguhkan atau digabung untuk meningkatkan daya saing inti perusahaan," kata Zhao sebagaimana tertulis pada transkrip akun WeChat perusahaan.

(Tin/Isk)