Sukses

Aplikasi Buatan Indonesia Kalah Unggul dari Jepang dan Tiongkok

Indonesia ternyata masih belum bisa selangkah lebih maju dalan ekosistem aplikasi mobile.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia tercatat memiliki populasi digital dengan sekitar 100 juta pengguna smartphone dan jumlah penetrasi internet lebih dari 40 persen. Meski begitu, apakah ekosistem aplikasi mobile di Tanah Air sudah bisa dibilang unggul?

Disampaikan Danny Wirianto, Chief Marketing Officer GDP Venture, Indonesia ternyata masih belum bisa selangkah lebih maju dalam ekosistem aplikasi mobile. Bahkan bisa dibilang, ekosistem mobile di Indonesia tertinggal lima tahun jauh ketimbang Jepang dan Tiongok.

"Ekosistem kita punya masih ketinggalan jauh dari Jepang. Kalau mau belajar, kita harus mengejar ketertinggalan itu dalam waktu tiga tahun," tuturnya ketika ditemui Tekno Liputan6.com di Global Mobile App Summit and Awards atau GMASA 2017, Jakarta, Kamis (26/1/2017).

"Di setiap industri, kita pasti selalu ketinggalan, apalagi dalam man-power. Kita ini kadang males belajar, kuliah aja banyak yang 6-7 tahun, nobody cannot be blamed,” timpalnya.

Oleh karena itu, menurut Danny, para pengembang aplikasi lokal harus belajar soal funding dan infrastruktur dari kedua negara Asia tersebut. "Kita harus melihat bagaimana cara kerja ekosistem kedua negara ini. Walau tertinggal, bukan berarti ekosistem mobile di sini buruk," ia melanjutkan.

Pada saat yang sama, Founder & Chairman GSAMA, Venkatesh, mengaku bahwa ekosistem mobile Indonesia akan setara jika disandingkan dengan India.

Hanya, masing-masing negara memiliki kelebihan dan kekurangan, India lebih unggul dalam pembangunan dan pengembangan infrastruktur ekosistem, sedangkan Indonesia lebih oke dalam hal pengembangan soal UI (User Interface, tampilan aplikasi) dan UX (User Interface Design).

"Namun kalau kita lihat down the road-nya, itu bisa jadi cambuk bagi kita. Dengan begini, kita itu bisa kolaborasi dengan negara lain yang ada kelebihan dan kekurangan," terang Venkatesh.

"Kita ada kelebihan, market dan jago dalam kreativitas, namun lack of execution, detail, discpline, dan timing part. Nah mirisnya kita malah nyaman dalam fase ini. Apalagi kita ga mau kalah, kita harus belajar dari kompetitor, untuk memacu kita untuk maju," pungkasnya.

Karena itu, sebagai salah satu upaya, GMASA 2017 diadakan untuk merangkul pengembang aplikasi mobile untuk berkolaborasi. Sekadar informasi, ini merupakan pertama kalinya GMASA diadakan di Tanah Air setelah sebelumnya dihelat di Thailand dan India.

Salah satu alasan mengapa akhirnya GMASA diadakan di Indonesia, adalah isu perkembangan inovasi mobile di sektor teknologi dan digital yang mengalami pertumbuhan, khususnya dalam populasi startup.

(Jek/Cas)

 

Video Terkini