Sukses

CEO Valve: Teknologi VR Tak Akan Bertahan Lama

CEO Valve Gabe Newell baru-baru ini melontarkan pernyataan mengejutkan soal teknologi Virtual Reality (VR).

Liputan6.com, Bellevue - CEO Valve Gabe Newell baru-baru ini melontarkan pernyataan mengejutkan soal teknologi Virtual Reality (VR). Ia mengatakan, teknologi tersebut tak akan bertahan lama.

Dilansir dari Business Insider, Kamis (16/2/2017), Newell mengakui teknologi VR memang akan menjadi 'the next big thing'. Bahkan teknologi tersebut akan terus konsisten sesuai dengan prediksinya.

"Namun kami juga punya gagasan bahwa teknologi ini tak akan bertahan lama. VR mungkin nantinya akan menjadi sebuah kegagalan," kata pria lulusan Harvard University itu.

Apa yang dikatakan orang nomor satu di Valve itu tentu bertolak belakang dengan salah satu gebrakan Valve di dunia teknologi, yakni membesut VR Headset. Sekadar informasi, Valve telah bermitra dengan HTC menciptakan Vive, VR Headset yang dibanderol seharga US$ 800 (Rp 10 jutaan).

Vive juga merupakan salah satu VR Headset yang diklaim menjadi pesaing head-to-head Oculus Rift, VR Headset buatan Facebook yang harganya jauh lebih murah, yakni US$ 600 (Rp 7 jutaan).

Newell pun menyadari perbandingan harga cukup berbeda ini menjadi salah satu kelemahan Vive. Meski begitu, perbedaan harga bukan jadi alasan mengapa Newell menyatakan teknologi VR tak akan bertahan lama.

Menurutnya, teknologi tersebut tidak dapat mengantarkan pengalaman maksimal sekalipun dalam kuantitas besar seperti di VR Headset. Karenanya, ia menilai, jika VR ingin terus bertahan di pasaran, dibutuhkan perangkat lebih kuat--lebih dari sekadar VR Headset--untuk mendukung pengalaman VR lebih nyata.

Valve memang tidak berkutat dengan Vive. Seperti diketahui, perusahaan bermarkas di Bellevue, Amerika Serikat (AS) tersebut juga punya Steam, gaming platform PC yang dirilis pada 2003 silam.

Steam, yang merupakan platform distribusi gim PC digital, kini diklaim sebagai raksasa distributor gaming PC untuk saat ini. Tercatat, Steam telah mengantongi lebih dari 150 juta pengguna di seluruh dunia.

(Jek/Why)

Video Terkini