Liputan6.com, Jakarta - Tahun ini tren layanan transportasi online diprediksi akan terus menanjak dan mencapai puncaknya pada 2025 dengan potensi pasar US$ 5,6 miliar. Demikian diungkapkan Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision Dimitri Mahayana di Bandung, akhir pekan lalu.
Ia mengatakan, layanan transportasi online sudah menjadi bisnis utama (mainstream) baru di Indonesia. "Mengacu riset kami pada Januari 2017, Go-Jek menjadi ojek online paling banyak digunakan, sedangkan Uber dan Grab Car menjadi mobil online yang paling banyak digunakan," katanya.
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan hasil survei Sharing Vision terhadap 160 responden pada Januari 2017, Go-Jek digunakan 61 persen pengguna ojek online, diikuti Grab Bike 43 persen. Sementara itu, Uber dan Grab Car masing-masing digunakan oleh 50 persen responden pengguna mobil online, dan Go-Car meraup 33 persen.
Hasil survei itu menunjukkan 41 persen pengguna Go-Jek menggunakan layanan itu minimal sekali dalam sepekan. Untuk mobil online, 22 persen pengguna Grab Car juga menggunakannya setidaknya sekali dalam sepekan. "Tarif lebih murah dan dapat diketahui sejak awal menjadi faktor utama transportasi online lebih banyak disukai," tutur Dimitri.
Sebanyak 69Â persen responden mengaku lebih menyukai transportasi online karena tarifnya lebih murah. Sementara 64 persen mengaku memilih transportasi online karena tarif yang bisa diketahui sejak awal, dan 58 persen mengaku menyukainya karena bisa dipesan dari mana saja.
Di sektor transportasi online, menurut Dimitri, Go-Jek dengan berbagai keunggulan telah menjadi unicorn pertama di Indonesia. Ia menilai, Go-Jek menguasai empat jalur, yaitu jalur manusia, jalur uang, jalur barang, dan jalur informasi. Karenanya, mereka akan jadi implementasi big data yang luar biasa.
Jumlah layanan Go-Jek jauh mengungguli Grab dan Uber. Kini Go-Jek bukan lagi sekadar jasa transportasi, tetapi juga logistik, belanja, dan lainnya. Hasil survei Sharing Vision menunjukkan, 75,70 persen responden merupakan pengguna Go-Jek. Selain itu, 49,5 persen pengguna Go-Jek tersebut menggunakan layanan minimal sekali dalam sepekan.
"Go-Jek sudah memiliki lebih dari 100 ribu drivers dan aplikasinya sudah diunduh lebih dari 20 juta kali," tutur Dimitri.
Di sisi lain, penggunaan Go-Pay, layanan e-Money dari Go-Jek, sebagai alat pembayaran untuk transportasi, logistik dan belanja, akan menjadikannya sebagai e-Money dengan angka penggunaan tinggi. Dimitri menilai, sangat dimungkinkan bagi Gojek berekspansi ke layanan mikrokredit yang mendukung program pemerintah, Laku Pandai.
"Go-Pay digunakan 1,5 kali lebih banyak dibandingkan uang tunai oleh pengguna dalam riset kami. Bahkan, valuasi Go-Jek mencapai Rp 17 triliun, sedangkan Garuda Indonesia Rp 12 triliun dan Blue Bird Group Rp 10 triliun. Padahal, Go-Jek baru berdiri pada Oktober 2010," pungkasnya.
(Msu/Why)