Liputan6.com, Jakarta - Uber membantah telah menginvestigasi kehidupan pribadi mantan karyawannya, Susan Fowler, yang sebelumnya mengaku menjadi korban pelecehan seksual di perusahaan tersebut. Fowler mengaku ada yang menghubungi orang-orang yang dikenalnya untuk mengetahui informasi pribadinya.
Juru bicara Uber menegaskan bahwa perusahaan ride-sharing itu tidak menelepon atau menggunakan metode komunikasi apa pun, untuk mencari tahu tentang kehidupan Fowler. "Uber sama sekali tidak terlibat dan ini adalah tindakan yang salah," kata juru bicara itu, seperti dilansir Recode, Selasa (28/2/2017).
Advertisement
Baca Juga
Setelah Uber membantah dugaan investigasi terhadap kehidupan pribadi Fowler, sampai kini belum diketahui siapa yang sebenarnya melakukan hal itu. Menurut Fowler, ada pihak yang menghubungi sejumlah temannya, termasuk orang-orang yang tidak pernah berkomunikasi dengannya sejak lulus SMA.
"Mereka menghubungi orang-orang untuk mengetahui informasi pribadi tentang saya. Saya tidak tahu siapa yang melakukannya," tulis Fowler dalam email-nya kepada Recode.
Meski tidak tahu siap dalang dibalik itu, Fowler melalui akun Twitter-nya meminta teman-temannya untuk segera menghubunginya jika mereka dihubungi oleh "penyidik" tersebut.
"Penelitian untuk kampanye hitam telah dimulai. Jika kalian dihubungi oleh siapa pun untuk menanyakan informasi pribadi tentang saya, silahkan lapor secepatnya," kicau Fowler.
Sejumlah pengguna Twitter menduga Uber adalah dalang di balik aksi tersebut. Namun perusahaan membantahnya.
Tudingan terhadap Uber dinilai tidak terlalu mengejutkan jika melihat rekam jejak perusahaan selama ini. Uber pernah beberapa kali merekrut pihak luar untuk melakukan investigasi.
Salah satunya terjadi pada akhir 2015, saat itu Uber bekerjasama dengan sebuah perusahaan bernama Ergo, untuk menyelidiki Spencer Meyer. Ia dulu pernah menggugat Uber dan sang CEO, Travis Kalanic, terkait kasus penetapan harga.
(Din/Cas)