Liputan6.com, Karawang: Banyaknya tabung gas elpiji yang meledak membuat sejumlah warga Desa Kertasari, Kecamatan Rengasdengklok, Karawang, beralih ke biogas alternatif. Persisnya, biogas dari tanaman eceng gondok.
Tak bisa dipungkiri, selama eceng gondok (eichhornia crassipes), selama ini dianggap sebagai
tanaman jenis gulma yang merugikan. Tanaman itu kerap merusak habitat air di sekitarnya. Namun, pendapat itu tidak berlaku bagi warga Desa Kertasari.
Tanaman yang tumbuh subur di sungai itu diolah warga setempat sebagai bahan bakar alternatif. Selain lebih murah dan aman, menurut warga, api yang dihasilkannya pun sama besarnya dengan api berasal dari gas elpiji.
Pengolahan eceng gondok menjadi biogas alternatif itu relatif tidak sulit. Langkah pertama, mereka memotong-motong batang dan daun eceng gondok. Kedua, potongan-potongan itu
dimasukan ke dalam tabung reaktor terbuat dari dua drum yang disatukan.
Proses pengolahan itu memakan waktu tujuh hari, untuk menghasilkan gas dari pembusukan eceng gondok. Dan selama kurun itu, gas akan mengalir ke tabung reaktor kedua untuk ditampung. Agar gas tidak habis, maka tabung permentasi tidak dibiarkan kosong dan terus diisi eceng gondok secara berkala.
Menurut hitungan warga, 30 kilogram enceng gondok bisa dipakai untuk kebutuhan dua hari. "Itu pun bila dipakai secara terus menerus," kata Edeng Sumirat, warga setempat. "Kita cuma membutuhkan tiga drum. Dua drum disatukan, dilas sebagai tabung reaktor permentasi dan satu lagi untuk penampungan gas ditambah slang dan regulator."
Berapa dana yang dibutuhkan untuk memproduksi biogas alternatif itu? "Tidak sampai Rp 700 ribu," tegas Edeng Sumirat.(MRQ/SHA)
Tak bisa dipungkiri, selama eceng gondok (eichhornia crassipes), selama ini dianggap sebagai
tanaman jenis gulma yang merugikan. Tanaman itu kerap merusak habitat air di sekitarnya. Namun, pendapat itu tidak berlaku bagi warga Desa Kertasari.
Tanaman yang tumbuh subur di sungai itu diolah warga setempat sebagai bahan bakar alternatif. Selain lebih murah dan aman, menurut warga, api yang dihasilkannya pun sama besarnya dengan api berasal dari gas elpiji.
Pengolahan eceng gondok menjadi biogas alternatif itu relatif tidak sulit. Langkah pertama, mereka memotong-motong batang dan daun eceng gondok. Kedua, potongan-potongan itu
dimasukan ke dalam tabung reaktor terbuat dari dua drum yang disatukan.
Proses pengolahan itu memakan waktu tujuh hari, untuk menghasilkan gas dari pembusukan eceng gondok. Dan selama kurun itu, gas akan mengalir ke tabung reaktor kedua untuk ditampung. Agar gas tidak habis, maka tabung permentasi tidak dibiarkan kosong dan terus diisi eceng gondok secara berkala.
Menurut hitungan warga, 30 kilogram enceng gondok bisa dipakai untuk kebutuhan dua hari. "Itu pun bila dipakai secara terus menerus," kata Edeng Sumirat, warga setempat. "Kita cuma membutuhkan tiga drum. Dua drum disatukan, dilas sebagai tabung reaktor permentasi dan satu lagi untuk penampungan gas ditambah slang dan regulator."
Berapa dana yang dibutuhkan untuk memproduksi biogas alternatif itu? "Tidak sampai Rp 700 ribu," tegas Edeng Sumirat.(MRQ/SHA)