Sukses

Konsekuensi Adopsi Layanan 5G untuk Operator Indonesia

Dengan kebutuhan spektrum tinggi, tak seluruh operator dipastikan bisa menggelar layanan 5G.

Liputan6.com, Jakarta - Gembar-gembor kehadiran layanan 5G sudah terdengar sejak tahun lalu, tetapi layanan itu sebenarnya masih dalam tahap pengembangan dan diperkirakan baru siap untuk mulai dikomersialkan pada 2020.

Selain digadang-gadang akan membawa perubahan bagi pengguna, kehadiran layanan 5G memiliki dampak tersendiri bagi operator telekomunikasi di Indonesia. Alasannya, dengan kebutuhan spektrum tinggi, tak seluruh operator dipastikan bisa menggelar layanan tersebut.

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, layanan 5G kemungkinan dapat dinikmati sekitar empat operator saja. Menilik standar World Radiocommunication Conference (WRC), ia mengatakan kemungkinan alokasi 5G ada di 28GHz.

"Total ada 2GHz yang sama dengan 2.000MHz dan kalau dibagai 500MHz akan ada empat operator saja," tuturnya saat ditemui di sela-sela demo 5G oleh Ericsson di Jakarta, Senin (3/4/2017). Sekadar informasi, 500MHz merupakan lebar pita minimal yang diperlukan untuk menggelar 5G secara optimal.

Karenanya, Menkominfo turut mendorong agar operator terus melakukan konsolidasi. Dengan demikian, industri telekomunikasi dapat berkelanjutan dan memiliki biaya lebih efisien.

"Hal ini sejalan dengan harapan saya pada 2020 hanya ada 3 atau 4 operator, sehingga industri telekomunikasi dapat lebih efisien sejalan dengan biaya yang dikeluarkan dan skala ekonominya bisa meningkat," kata pria yang akrab dipanggil Chief RA tersebut.

Wacana konsolidasi ini sebenarnya sudah didengungkan sejak 2015 lalu. Indonesia saat ini memiliki 7 operator seluler yaitu PT Hutchison 3 Indonesia (Tri), PT XL Axiata (XL), PT Indosat (Indosat), PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (Ceria), PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Smartfren dan PT Bakrie Telecom. Jumlah itu sudah menurun, sejak XL resmi mengakuisisi Axis.

(Dam/Why)

Video Terkini