Sukses

Pakai Roket Daur Ulang, SpaceX Bisa Hemat Biaya hingga 30 Persen?

Presiden SpaceX mengungkap perusahaan menghabiskan kurang dari setengah biaya yang dipakai saat The Falcon 9 pertama kalinya meluncur.

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan penerbangan antariksa milik miliarder Elon Musk, SpaceX, sangat fokus dalam mengembangkan roket daur ulang. Tujuannya guna memangkas biaya peluncuran untuk misi masa depan.

Baru-baru ini, roket daur ulang milik SpaceX, The Falcon 9 berhasil meluncurkan satelit komunikasi komersial SES-10 dari Kennedy Space Center NASA di Florida, Kamis 30 Maret 2017. Ini bukan pertama kalinya The Falcon 9 mengudara karena sebelumnya roket orbital itu dipakai untuk meluncurkan pesawat bernama Dragon yang bertugas memasok perbekalan ke International Space Station.

Hebatnya, setelah berhasil meluncurkan satelit komukasi, The Falcon 9 juga mendarat kembali di bumi dengan mulus. Keberhasilan ini dipercaya jadi tonggak untuk memangkas biaya peluncuran misi ke luar angkasa di masa depan. Lantas, berapa biaya yang mampu dihemat SpaceX karena keberhasilan The Falcon 9?

Mengutip laporan Engadget, Jumat (7/4/2017), dalam acara Space Symposium ke-33, Presiden SpaceX Gwynne Shotwell mengungkap, perusahaan menghabiskan kurang dari setengah biaya yang dipakai saat The Falcon 9 pertama kalinya meluncur.

Ia tak mengungkap angka pastinya, tetapi hal itu juga berarti penghematan dengan nilai besar sebab biaya roket sekitar 75-80 persen dari total biaya yang dikeluarkan untuk misi peluncuran ke luar angkasa.

Shotwell mengatakan, SpaceX berhasil menghemat biaya, meski tetap harus melakukan pengecekan dan perbaikan booster pada The Falcon 9. Ia berharap, penghematan ini bisa terus dilakukan di masa depan seiring dengan keberhasilan menggunakan roket daur ulang, seperti saat meluncurkan SES-10.

Ia mengatakan, perusahaan menginvestasikan US$ 1 miliar (setara Rp 13,3 triliun) untuk mengembangkan roket daur ulang yang bisa dipakai kembali. Shotwell mengakui saat ini perusahaan tak bisa menghemat begitu banyak dari jumlah yang dibayarkan klien. Sekadar diketahui, klien harus membayar US$ 62 juta atau setara Rp 827 miliar per peluncuran.

"Melihat ke depan, kami tak percaya hal tersebut penting kecuali, Anda bisa memperbaikinya dengan cepat, layaknya pesawat terbang (yang dapat segera terbang kembali setelah dipakai). Tantangan kami sekarang adalah untuk memperbaikinya dalam waktu 24 jam, sehingga roket daur ulang benar-benar dapat dipakai secepat pesawat," kata Shotwell.

SpaceX berharap roket daur ulang bisa memangkas 30 persen biaya peluncuran. Namun, United Launch Alliance Chief Tory Bruno tak yakin akan hal itu. Alih-alih setuju dengan harapan SpaceX, ia mengatakan teknologi daur ulang tak berarti mampu mengubah industri yang sudah berjalan. Bahkan, Bruno memerkirakan SpaceX hanya menghemat 10 persen dari biaya normal peluncuran roket.

(Tin/Why)