Sukses

Retas Perbankan, Hacker Korea Utara Ingin Danai Proyek Nuklir?

Kelompok hacker Korea Utara diduga melakukan serangan siber ke sistem perbankan di seluruh dunia untuk mendanai proyek nuklir. Benarkah?

Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini, Kaspersky merilis hasil penelitiannya yang menyebut bahwa kelompok hacker di Korea Utara menargetkan operasi peretasan ke institusi finansial, termasuk perbankan.

Tak tanggung-tanggung, seperti dikutip dari Sahara Reportes, Selasa (11/4/2017), ahli keamanan dari perusahaan Rusia itu menyebut kelompok hacker dari Korea Utara menyasar institusi finansial di 18 negara di dunia. Indonesia bahkan jadi satu negara sasaran yang disebut oleh ahli keamanan Kaspersky.

Berdasarkan sebuah laporan CNN, dua ahli keamanan internasional yakin Korea Utara menghabiskan dana hasil curian untuk mendanai proyek senjata nuklirnya.

Hal ini ditengarai dari adanya kelompok hacker diduga dari Korea Utara bernama Lazarus yang mulai melakukan serangan siber ke perbankan di 2015, sesaat sebelum Korea Utara melakukan uji coba keempat proyek nuklirnya. Negara yang dipimpin Kim Jong-un itu juga mulai melakukan uji coba peluncuran puluhan rudal balistik pada tahun 2016.

"Peneliti keamanan dan perbankan sebelumnya mengidentifikasi empat serangan siber dilakukan pada lembaga keuangan di Bangladesh, Ekuador, Filipina, dan Vietnam," demikian tertulis pada keterangan hasil penelitian yang dipublikasikan.

Rupanya bukan cuma ahli keamanan yang meyakini hal itu, para peneliti keamanan di Kaspersky pun menemukan operasi kejahatan siber serupa.

"Kelompok hacker Lazarus juga menyerang institusi finansial di sejumlah negara, yakni Costa Rica, Ethiopia, Gabon, India, Indonesia, Irak, Kenya, Malaysia, Nigeria, Polandia, Taiwan, Thailand, dan Uruguay," ungkap Kaspersky.

Ilustrasi hacker. (via. Pinterest)

Saat ditelusuri oleh Kaspersky, hacker Korea Utara ternyata melakukan sebuah kesalahan. Kelompok Lazarus terhubung dari Korea Utara.

Berdasarkan hasil penelitian itu, kelompok hacker sebelumnya mengalihkan serangan mereka dari komputer di Prancis, Korea Setan dan Taiwan. Hal ini membuat pakar keamanan siber kesulitan untuk mengidentifikasi asal usul kelompok hacker itu.

(Tin/Cas)