Liputan6.com, Jakarta - Bisakah kamu membayangkan bagaimana rasanya bekerja di sebuah pabrik perakitan iPhone 7? Jika kamu berpikir bekerja di pabrik perakitan iPhone menyenangkan karena bisa menjajal berbagai jenis iPhone, kamu harus berpikir ulang.
Pasalnya tak demikian dengan pengalaman Dejian Zeng, seorang mahasiswa New York University ini diam-diam menghabiskan waktu liburan musim panasnya menyamar jadi buruh pabrik perakitan iPhone milik Pegatron di Tiongkok.
Mengutip laporan Phone Arena, Kamis (13/4/2017), penyamaran Zeng dilakukan untuk sebuah proyek dari kampusnya. Rupanya bekerja di pabrik smartphone premium sekelas iPhone tak membuat buruh di dalamnya menjadi lebih kaya.
Advertisement
Baca Juga
Hari pertama bekerja, Zeng diberi tugas membubuhkan stiker dan memasang sekrup untuk iPhone 6s. "Pertama saya ditugaskan ke departemen perakitan dan pengujian kemasan. Kami bertugas mengemas iPhone. Setelah Agustus 2016, kami lalu mulai perakitan iPhone 7. Saya bahkan bekerja di dua pos, yakni iPhone 6s dan iPhone 7," kata Zeng.
Pada pabrik iPhone, keamanan pun diterapkan sangat ketat, salah satunya dengan penerapan detektor logam yang sangat sensitif. Para buruh dipaksa untuk melewati dua pos pemeriksaan keamanan dengan deteksi logam. Selain itu, ketika berada di dalam pabrik, para buruh sama sekali tak diperbolehkan membawa masuk ponsel dan alat elektronik lainnya.
Hal lain yang diamati oleh Zeng adalah tiap buruh harus multitasking dan siap dipindahkan ke berbagai posisi kapanpun mereka dibutuhkan.
Selain buruh perakit ponsel, orang yang bertanggung jawab terhadap hasil kerja mereka adalah pemimpin kelompok dan line manager. Penanggung jawab pada tingkat selanjutnya ada manajer sesi, manajer divisi, dan direktur pabrik.
Situasi Kerja Kaku
Para buruh pabrik perakitan iPhone juga tak pernah mendapat kesempatan untuk dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi. Parahnya, mereka juga harus sering lembur. Saat di pabrik, mereka tak diperbolehkan menyetel musik agar suasana kerja jadi lebih menyenangkan.
Dalam penyamarannya, Zeng berhasil membuktikan rumor yang menyebutkan buruh pabrik bekerja dalam rentang waktu kerja yang panjang namun bayarannya sedikit alias tak sesuai dengan beban kerja. Demikian juga saat harus lembur, mereka tak diberi kompensasi yang sesuai. Zeng misalnya, ia bekerja selama 12 jam sehari namun tiap harinya hanya dibayar 10,5 jam saja.
Dengan kerja keras yang dilakukan, seorang buruh perakit iPhone hanya dibayar US$ 450 per bulan (setara Rp 6 juta), tak cukup untuk membeli iPhone yang mereka rakit.
Kemungkinan upah kecil inilah yang membuat sebagian besar pekerja tak bertahan lebih dari 2 minggu dan memilih meninggalkan pekerjaannya. Hal ini juga menjelaskan, mengapa pegawai pabrik iPhone justru menggunakan ponsel merek lain.
Meski tempat kerjanya adalah pabrik perakitan iPhone, para buruh pabrik mengenal Apple hanya sebagai klien saja. Pihak Apple, hanya berkunjung sehari sekali untuk memastikan peralihan produksi ke iPhone 7 berjalanan lancar. Mereka juga datang untuk memastikan pegawai tak ada yang bekerja lebih dari 60 jam seminggu.
(Tin/Ysl)
Â
Â
Advertisement