Sukses

ICT Watch Luncurkan 'Kerangka Literasi Digital Indonesia'

ICT Watch meluncurkan alternatif "Kerangka Literasi Digital Indonesia" yang dirancang berdasarkan pengalaman ICT Watch sejak 2002.

Liputan6.com, Jakarta - Literasi digital merupakan kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat, dan mengomunikasikan konten/informasi, dengan kecakapan kognitif dan teknikal.

Ada banyak model kerangka (framework) untuk literasi digital yang dapat ditemukan di internet, dengan ragam nama dan bentuk. Setiap model memiliki keunikan dan keunggulan masing-masing.

Guna memperkaya khazanah dan diskursus tentang literasi digital di Indonesia, ICT Watch meluncurkan alternatif "Kerangka Literasi Digital Indonesia".

Kerangka ini dirancang berdasarkan pengalaman ICT Watch dalam menjalankan pilar Internet Safety “Internet Sehat” sejak 2002 dan dilanjutkan dengan pilar Internet Rights dan Internet Governance yang berkesinambungan hingga saat ini. Adapun kerangka yang ditawarkan adalah sebagai berikut:

ICT Watch Luncurkan 'Kerangka Literasi Digital Indonesia'

Kerangka terdiri atas 3 (tiga) bagian utama, yaitu 1) proteksi (safeguard), 2) hak-hak (rights), dan 3) pemberdayaan (empowerment).

Proteksi (Safeguard)

Bagian ini memberikan pemahaman tentang perlunya kesadaran dan pemahaman atas sejumlah hal terkait keselamatan dan kenyamanan siapa pun pengguna Internet. Beberapa di antaranya adalah perlindungan data pribadi (personal data protection), keamanan daring (online safety & security), serta privasi individu (individual privacy), dengan layanan teknologi enkripsi sebagai salah satu solusi yang disediakan.

Sejumlah tantangan di ranah maya yang termasuk risiko pesonal (personal risks) masuk pula dalam dalam bagian ini, di antaranya terkait isu cyberbully, cyber stalking, cyber harassment, dan cyber fraud.

 

2 dari 2 halaman

Rights and Empowerment

Hak-hak (Rights) 

Ada sejumlah hak-hak mendasar yang harus diketahui dan dihormati oleh para pengguna Internet, sebagaimana digambarkan pada bagian ini. Hak ini berkenaan dengan kebebasan berekspresi yang dilindungi (freedom of expression) serta hak atas kekayaan intelektual (intellectual property rights) semisal hak cipta dan hak pakai semisal model lisensi Creative Commons (CC).

Kemudian tentu saja hak untuk berkumpul dan berserikat (assembly & association), termasuk di ranah maya, adalah keniscayaan ketika bicara tentang aktivisme sosial (social activism), contohnya untuk melakukan kritik sosial melalui hashtag di media sosial, advokasi melalui karya multimedia (meme, kartun, video, dll) hingga mendorong perubahan dengan petisi online.

Pemberdayaan (Empowerment)

Internet tentu saja dapat membantu penggunanya untuk menghasilkan karya serta kinerja lebih produktif dan bermakna bagi diri, lingkungan dan masyarakat luas. Untuk itulah bagian ini meliputi sejumlah pokok bahasan yang menjadi tantangan tersendiri semisal jurnalisme warga (citizen journalism) yang berkualitas, kewirausahaan (entrepreneurship) terkait dengan pemanfaatan TIK dan/atau produk digital semisal yang dilakukan oleh para technopreneur, pelaku start-up digital, dan pemilik UMKM.

Pada bagian ini juga ditekankan khusus hal etika informasi (information ethics) yang menyoroti tantangan hoax, disinformasi, dan ujaran kebencian serta upaya menghadapinya dengan pilah-pilih informasi, wise while online, dan think before posting. Dari kerangka ini diharapkan muncul sejumlah inisiatif swadaya dari berbagai pihak untuk melakukan pemetaan, penyediaan, ataupun kolaborasi konten/materi (buku, booklet, modul pelatihan, website, dll) maupun kegiatan (seminar, workshop, bimbingan teknis, dll).

(Why/Isk)