Sukses

Hengkang dari Microsoft, Steve Ballmer Masih Raup Untung Besar

Steve Ballmer tak lagi memiliki jabatan eksekutif di Microsoft, tapi perusahaan itu masih menjadi salah satu sumber kekayaannya.

Liputan6.com, Jakarta - Steve Ballmer tak lagi memegang jabatan eksekutif di Microsoft, tapi perusahaan itu masih menjadi salah satu sumber kekayaannya.

Berdasarkan laporan Investopedia pada 5 Oktober 2016, Steve Ballmer memiliki 4 persen saham di Microsoft, yang menjadikannya sebagai pemegang saham individual terbesar di perusahaan tersebut.

Berdasarkan peringkat The World's Billionaires 2017 yang dirilis Forbes, Ballmer menduduki posisi ke-21 dengan total kekayaan bersih US$ 30 miliar atau setara Rp 399 triliun (asumsi kurs Rp 13.313 per US$ 1).

Menurut catatan realtime net worth Forbes per Kamis (27/4/2017), kekayaan bersih Ballmer mencapai US$ 31,1 miliar dan Microsoft adalah salah satu sumber kekayaannya.

Ballmer keluar dari Stanford University pada 1980 untuk menjadi Manager Bisnis untuk Microsoft dan temannya saat di Hardvard, Bill Gates. Gates adalah salah satu pendiri Microsoft.

Seiring dengan jabatannya yang mengalami peningkatan, Ballmer membantu Microsoft tumbuh menjadi salah satu perusahaan paling menguntungkan dalam sejarah Amerika Serikat (AS). Pada 2000, ia menjabat sebagai CEO dan memperluas fokus perusahaan melalui pengumuman sistem gim Xbox.

Ballmer melepas jabatan CEO Microsoft pada 4 Februari 2014, dan juga jabatannya di Board of Director pada Agustus di tahun yang sama.

2 dari 2 halaman

Sepak terjang di Microsoft

Ballmer bergabung dengan Microsoft pada 11 Juni 1980 dan menjadi karyawan ke-30 Microsoft dan Manager Bisnis pertama di perusahaan itu. Ia pada awalnya mendapatkan penawaran gaji sebesar US$ 50 ribu. Kemudian pada 1981, Ballmer memiliki 8 persen saham Microsoft. Saham itu dijual di kemudian hari, hingga kini tersisa 4 persen.

Menurut sejumlah sumber, pria yang lahir di Detroit, Michigan, AS, 61 tahun silam ini resmi menjabat sebagai CEO Microsoft mulai 2000 sampai 2014.

Sebagai CEO, ia menangani keuangan dan operasional harian perusahaan. Di sisi lain, Ballmer tetap menjadi Chairman of the Board dan mengontrol "visi teknologi" sebagai Chief Software Architect.

Perjalanan Ballmer sebagai pemegang jabatan eksekutif tertinggi tidak begitu berjalan mulus. Beberapa masalah seperti menghadapi tuntutan antimonopoli dari pemerintah AS, ditambah gugatan dari sejumlah kompetitor.

Di luar dari masalah itu, Microsoft di bawah kepemimpinan Ballmer merilis serangkaian produk baru. Di antaranya memasuki pasar mesin pencari pada 2009 dengan merilis Bing dan tablet Microsoft Surface. Ia juga memimpin akuisisi pesan singkat Skype senilai US$ 8,5 miliar atau setara Rp 113 triliun.

	Steve Ballmer (Foto: Reuters / Lucy Nicholson)

Di tengah kepemimpinannya, pada Agustus 2013 Microsoft mengumumkan Ballmer akan pensiun dalam waktu 12 bulan ke depan.

Saat itu dibentuk sebuah komite khusus, termasuk Bill Gates di dalamnya, yang akan memutuskan siapa yang cocok sebagai CEO baru. Ada sejumlah nama potensial, hingga akhirnya dipilih Satya Nadella. Ia sebelumnya memimpin divisi Cloud dan Enterprise Microsoft.

Ballmer beralasan, keputusan untuk hengkang dari Microsoft karena ingin lebih fokus pada tim basket profesional National Basketball Association (NBA), Los Angeles Clippers. Ia menandatangani pembelian Los Angeles Clippers pada Mei 2014 dan kepemilikannya atas tim basket tersebut diumumkan pada Agustus 2014.

Suami dari Connie Snyder ini kembali menjadi pusat perhatian pada Oktober 2015, dengan mengumumkan pembelian 4 persen saham Twitter. Persentase tersebut membuatnya sebagai pemegang saham terbesar di situs microblogging tersebut.

Terlepas dari perjalanan karirnya, Ballmer dikenal sebagai pribadi yang energik dan riang. Ia juga disebut sering memotivasi para karyawan dan mitra Microsoft dengan sifatnya tersebut. Berbagai ekpresi semangat dan gembiranya banyak beredar dan viral di internet.

(Din/Ysl)