Liputan6.com, Jakarta - Anggota keluarga korban penembakan di San Bernardino, California, AS, melayangkan gugatan kepada Google, Facebook, dan Twitter. Menurut laporan, ketiga jejaring sosial raksasa itu dianggap telah mengizinkan kampanye ISIS di platform mereka.
Mengutip Reuters, Sabtu (6/5/2017), anggota keluarga korban menganggap ketiga perusahaan membiarkan militan ISIS menyebarkan propaganda secara bebas. Selain itu, ketiganya juga dianggap menyediakan material pendukung kepada kelompok militan dan memungkinkan terjadinya serangan seperti di San Bernardino.
Advertisement
Baca Juga
"Selama bertahun-tahun, perusahaan internet telah dengan sengaja dan ceroboh memberikan akses akun jejaring sosial kepada kelompok ISIS, sebagai alat untuk menyebarkan propaganda ekstremis, mengumpulkan dana, dan merekrut anggota baru," kata seorang anggota keluarga korban.
Tuntutan terhadap Google, Facebook, dan Twitter diajukan di Pengadilan Distrik Los Angeles, AS, Rabu lalu. Penggugat juga menyebut, tanpa dukungan Twitter, Facebook, dan Google (YouTube), ISIS tak mungkin tumbuh masif dan ditakuti selama beberapa tahun terakhir.
Juru bicara Twitter dan Google menolak berkomentar tentang masalah ini. Selain itu, perwakilan Facebook pun bungkam.
Pada 2 Desember 2015, Syed Rizwan Farook dan istrinya, Tashfeen Malik, menembak secara membabi buta ke sebuah bangunan pemerintahan di San Bernardino. Aksi ini menyebabkan 14 orang tewas dan 22 orang lainnya terluka parah.
Farook yang berusia 28 tahun itu merupakan imigran AS keturunan Pakistan. Sementara sang istri, Malik, adalah orang Pakistan yang kemudian meninggal terkena tembakan polisi, beberapa jam setelah penembakan terjadi.
Pada Desember 2016, keluarga korban penembakan sebuah klub malam di Orlando juga melayangkan gugatan pada Google, Facebook, dan Twitter dengan tuduhan serupa.
(Tin/Why)