Liputan6.com, Jakarta - Pasal karet di Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kembali menjerat korban. Seorang ibu bernama Nuril dari Mataram, Nusa Tenggara Barat, dituduh telah menyebarkan materi asusila mantan atasannya.
Menurut keterangan resmi Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Senin (8/5/2017), kasus ini bermula dari komunikasi yang terjadi antara Nurin dan mantan atasannya, berinisial HM.
Saat itu HM menceritakan perbuatan asulilanya bersama wanita lain yang bukan istrinya. Nuril yang merupakan mantan pegawai honorer bagian tata usaha itu lalu merekam percakapan tersebut di ponselnya.
Advertisement
Baca Juga
Rekaman itu disalin oleh pihak lain dan disebarluaskan. Setelah rekaman itu beredar, HM dimutasi dari jabatannya sebagai kepala sekolah SMAN 7 Mataram.
Tak lama kemudian HM menuduh Nuril telah menyebarkan konten asusila. Ia dijerat dengan sangkaan pasal 27 ayat 1 UU ITE, dengan ancaman hukuman enam tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar, apabila terbukti bersalah.
Kini ia tengah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Mataram dan sudah mendekam di tahanan sejak 24 Maret 2017.
"Apa yang terjadi pada Ibu Nuril seharusnya tidak bisa dipidanakan dengan UU ITE. Sebaliknya, ia seharusnya mendapat perlindungan dari pelaku pelecehan seksual," ujar Damar Juniarto, pegiat SAFEnet yang Tekno Liputan6.com hari ini.Â
Terlebih, Nuril memegang bukti pelecehan, tapi malah ia yang diseret ke pengadilan. Hal ini, menurut Damar, membuat pasal karet di UU ITE makin merusak tatanan hukum dan mengoyak rasa keadilan.
Pascapenahanan, keluarga Nuril dilaporkan mengalami kesulitan keuangan. Suami Nuril yang tadinya bekerja di Gili Air, harus kembali ke rumah untuk mengurus ketiga anak yang masih kecil. Melalui situs Change.org, SAFEnet membuat petisi untuk membebaskan Nuril dari jeratan UU ITE. Tagar #SaveIbuNuril juga mulai disuarakan di media sosial.Â
(Dam/Why)