Liputan6.com, Jakarta - Fenomena Bitcoin diprediksi akan semakin masif pada masa depan. Bahkan, mata uang digital itu disebut-sebut tengah berada dalam kondisi gelembung ekonomi atau economic bubble.
Sebagai informasi, gelembung ekonomi merupakan istilah untuk perdagangan dalam volume besar dengan harga yang sangat berbeda dari nilai intrinsiknya. Dengan kata lain, produk atau aset dijual dengan harga yang lebih tinggi dari harga dasar.
Advertisement
Baca Juga
Keadaan itu tak lepas dari lonjakan perdagangan Bitcoin yang begitu tinggi di tengah permintaan yang terus berlanjut tahun ini. Menurut laporan terbaru, lonjakan Bitcoin berhasil mencapai 162 persen.
Meski berpotensi mengalami ekonomi gelembung, masih perlu menunggu waktu hingga hal itu benar-benar terjadi. Analis strategi investasi, Jeffrey Kleintop, menyebut, sama seperti aset lain, dibutuhkan waktu 10 tahun sebelum Bitcoin benar-benar mengalami proses gelembung ekonomi, termasuk berpengaruh pada pasar dan ekonomi.
Oleh karena itu, seperti dikutip dari Business Insider, Minggu (2/7/2017), ada kemungkinan Bitcoin tak memberikan efek terhadap ekonomi seperti aset lain yang mengalami ekonomi gelembung. Kendati demikian, tak dimungkiri pertumbuhan Bitcoin tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Sekadar diketahui, nilai Bitcoin memang terus mengalami kenaikan. Terkini, nilai cryptocurrency atau mata uang digital paling populer di dunia itu mencapai US$ 2 ribu atau sekitar Rp 26 juta per keping.
Perhitungan itu didasarkan kisaran dari pertukaran Bitcoin, termasuk Coinbase dan Kraken. Dengan nilai itu, total jumlah total koin yang beredar saat ini berhasil mencapai nilai US$ 32,92 miliar atau sekitar Rp 426 triliun.
Di sisi lain, penggunaan Bitcoin juga meningkat karena dianggap menarik. Alasannya, Bitcoin bersifat anonim dan ditambah minimnya kontrol pemerintah. Mata uang digital ini juga ditentukan nilainya oleh jumlah pengguna yang ingin menukarnya.
(Dam/Ysl)
Tonton video menarik berikut ini: