Sukses

Rencana Pembunuhan Ahok Terendus Lewat Telegram

Menurut data Kemkominfo, sejak 2015 hingga 2017 teroris sudah menggunakan Telegram sebagai sarana untuk berkomunikasi.

Liputan6.com, Jakarta - Akhir pekan lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) secara resmi memblokir situs web Telegram di Indonesia karena menyebarkan konten  terkait konten radikalisme dan terorisme.

Menurut data Kemkominfo, sejak 2015 hingga 2017 teroris sudah menggunakan Telegram sebagai sarana untuk berkomunikasi.

"Data kasus terorisme yang terjadi sejak 2015-2017, seluruh pelaku menggunakan Telegram untuk berkomunikasi. Hanya dua kasus yang tidak (pakai Telegram)," ujar Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel A Pangerapan, di kantor Kemkominfo, di Jakarta, Senin (17/7/2017) malam.

Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Semmy ini memaparkan beberapa catatan aksi teror yang dilakukan menggunakan Telegram.

Dari beberapa catatan tersebut, beberapa di antaranya termasuk pembahasan aksi rencana bom mobil di tempat ibadah dan pembunuhan Ahok pada 23 Desember 2015, aksi bom dan penyerangan senjata api di jalan M.H Thamrin, Jakarta di 14 Januari 2016, dan aksi bom Kampung Melayu di Jakarta pada 27 Februari 2017.

Sebagaimana diketahui, Kemkominfo memblokir situs web Telegram sejak Jumat (14/7/2017). Menurut Kemkominfo, situs web layanan pesan instan ini diblokir karena sering dimanfaatkan para teroris untuk menyebarkan propoganda hingga paham radikalisme.

"Pemblokiran ini peringatan keras demi menjaga keamanan dan menegakkan kedaulatan negara," ucap Semmy.

Sementara itu, Direktur Keamanan Informasi Kemkominfo Aidil Chendramata menambahkan, pemblokiran situs web Telegram dinilai lebih mudah ketimbang aplikasi karena situs web bisa diblokir lewat Domain Name System (DNS).

(Cas/Ysl/Isk)

Tonton Video Menarik Berikut Ini: