Liputan6.com, Jakarta - Xiaomi dikenal selalu menjual produknya dengan harga terjangkau. Lantas, apa yang membuat perusahaan asal Tiongkok tersebut menawarkan produk dengan harga lebih murah?
Menurut penuturan CEO sekaligus founder Xiaomi Lei Jun, perusahannya menerapkan sistem berbeda dari perusahaan lainnya. Salah satu yang menjadi perhatian adalah penerapan margin keuntungan yang didapat oleh perusahaan.
Advertisement
Baca Juga
"Rata-rata perusahaan lain mengambil keuntungan 2,5 kali dari modal produksi, sedangkan kami hanya sekitar 1,1 kali biaya produksi. Hal itu membuat kami dapat menjual produk dengan harga lebih murah," tuturnya di Jakarta, Rabu (27/9/2017).
Lebih lanjut ia menuturkan, di masa awal berdirinya Xiaomi hanya memfokuskan pengeluaran untuk kebutuhan pengembangan dan penelitan, termasuk material produk. Sementara untuk kebutuhan pemasaran dan penjualan, perusahaan tak mengeluarkan biaya sepeser pun.
"Lima tahun pertama, kami tak pernah mengeluarkan budget untuk pemasaran dan penjualan. Kami lebih memfokuskan pada pengolahan bahan mentah, termasuk bidang pengembangan dan riset," ujarnya menjelaskan.
Produksi dalam skala besar juga mempengaruhi harga jual produk Xiaomi yang lebih murah hingga 50 persen ketimbang perusahaan lain. Meski menjual dengan harga lebih murah, Lei Jun memastikan produk besutan perusahaannya memiliki kualitas terbaik.
"Orang-orang yang mengunjungi toko kami pun tak lagi melihat harga, sebab mereka sudah mengetahui bahwa produk yang dijajakan merupakan perangkat terbaik dengan harga yang terbaik pula," ujarnya.
Â
Identitas baru Xiaomi
Komponen lain yang tak kalah penting adalah sistem penjualan yang diusung Xiaomi. Sebelumnya, perusahaan tersebut selalu menjual produknya secara online, tapi kini mereka juga fokus menggarap penjualan offline.
Lei Jun berambisi, Xiaomi setidaknya akan memiliki seribu toko offline di Tiongkok dalam waktu tiga tahun. Saat ini, Xiaomi sendiri baru memiliki 189 toko yang tersebar di seluruh Negeri Tirai Bambu tersebut.
Meski hadir dengan konsep toko offline, menurut Lei Jun, seluruh produk tersebut tetap dijual dalam harga yang sama seperti di kanal online. Karenanya, tak akan ditemukan perbedaan antara harga penjualan di kanal online maupun toko.
Perubahan strategi ini secara tak langsung turut mengubah model perusahaan. Ia mengakui sangat sulit untuk menentukan identitas perusahaan.
Alasannya, Xiaomi sempat dikenal sebagai perusahaan hardware, karena meluncurkan produk teknologi. Di sisi lain, perusahaan ini turut menghasilkan platform internet seperti MIUI dan ritel gaya baru melalui kehadiran toko offline-nya.
Â
Advertisement
Barang Baru
Namun, pria yang mendirikan Xiaomi pada 2010 ini ternyata sudah memiliki jawaban tersendiri. Ia mengaku bahwa perusahaan yang didirikannya memang menjadi barang baru.
"Kami ingin menjadi Muji di dunia teknologi. Karena itu, toko kami menawarkan beragam produk inovatif. Xiaomi ingin menawarkan sebuah gaya hidup bagi para pengguna produk kami," ujarnya menjelaskan.
Sekadar informasi, Muji merupakan perusahaan ritel asal Jepang yang sudah memiliki cabang di beberapa negara, termasuk Indonesia. Perusahaan ini memang menjual beragam produk, mulai dari kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan sehari-hari.
Lebih lanjut ia menuturkan, Xiaomi kini merupakan sebuah armada besar yang setidaknya terdiri dari 100 anak perusaahaan. Masing-masing di antara anak perusahaan itu memiliki produk tersendiri.
"Tujuan saya membangun Xiaomi adalah untuk membuat produk teknologi dengan harga terjangkau, sehingga banyak orang dapat membelinya dan bermanfaat bagi banyak orang," tuturnya mengakhiri pembicaraan.
(Dam/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini