Liputan6.com, Semarang Kewajiban para pemilik telepon seluler mendaftar ulang hingga 31 Oktober 2017, yang dituangkan dalam Peraturan Menteri (Permen) Kominfo No 14 Tahun 2017 sebagai perubahan dari Permen Kominfo No 12 Tahun 2016 tentang registrasi pelanggan jasa telekomunikasi, ternyata masih memiliki celah kejahatan.
Pokok dari peraturan menteri yang baru adalah kewajiban melakukan registrasi ulang dengan nomor induk kependudukan (NIK) KTP dan nomor KK.
Selain itu, setiap orang juga maksimal hanya mempunyai tiga nomor seluler. Para provider diwajibkan mengikuti aturan ini, di mana Kemkominfo menyiapkan sanksi bagi provider yang tidak patuh.
Advertisement
Pakar keamanan siber dari lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Research Center), Pratama Persadha, menyambut baik langkah Kemkominfo. Menurutnya, Indonesia sudah cukup menjadi bulan-bulanan para pelaku kejahatan siber yang banyak memanfaatkan kebebasan membeli nomor seluler prabayar.
Melalui surat elektronik yang dikirimkan ke Tekno Liputan6.com, Rabu (18/10/2017), Pratama menjelaskan bahwa dalam beberapa penggerebekan oleh polisi, sering ditemukan sejumlah nomor seluler prabayar sebagai barang bukti. Jumlahnya sangat mencengangkan, mencapai ribuan.
Baca Juga
"Daftar ulang ini dalam pelaksanaan teknis di lapangan tidak mudah. Berbeda dengan Singapura yang penduduknya tak seberapa banyak. Kemkominfo juga harus memikirkan apakah dalam waktu yang kurang dari 20 hari ini Permen ini bisa efektif dilaksanakan," kata Pratama.
Kewajiban memakai NIK KTP dan nomor KK ini ada banyak celah di pelaksanaan teknis. Mulai dari siapa yang memang berhak melakukan registrasi. Di luar negeri, pendaftaran nomor seluler langsung di gerai milik provider.
"Celah pelaksanaan paling rawan adalah terkait informasi NIK. Karena selain si pemilik KTP sendiri, kita ketahui banyak lembaga maupun individu yang memegang informasi, fotokopi bahkan foto asli KTP. Mereka bisa saja mendaftarkan nomor dengan NIK orang lain," ujar Pratama menambahkan.
Pentingnya Unregistrasi
Jika ada penyalahgunaan NIK, tentu akan menimbulkan masalah baru. Akan banyak laporan pemilik NIK yang tidak bisa mendaftarkan nomornya, karena sudah maksimal terdaftar tiga nomor, didaftarkan oleh pihak lain.
"Banyaknya kerawanan di pelaksanaan teknis bukan berarti mustahil. Yang perlu dilakukan hanyalah integrasi dengan e-KTP dan ada sertifikat digital bagi warga negara," katanya.
Hal itu dimaksudkan untuk mewujudkan Single Identity Number, seluruh urusan informasi dan administrasi menjadi satu di e-KTP. Hal ini akan lebih aman karena ada autentikasi dari sertifikat digital yang dimiliki tiap warga negara. Namun, dengan regulasi yang ada saat ini, masyarakat hanya bisa melakukan registrasi.
"Unregistrasi masih belum difasilitasi. Padahal, ini penting, mengantisipasi adanya nomor asing yang didaftarkan oleh orang lain. Juga sebagai fasilitas saat masyarakat ingin berganti nomor," tambah Pratama.
Fasilitas unregistrasi itu juga sebagai antisipasi adanya praktik daur ulang nomor oleh provider. Nomor yang hangus kembali lagi dijual, sehingga masyarakat perlu fasilitas melakukan unregistrasi nomor seluler prabayar.
Saksikan Video Pilihan Berikut:
Advertisement