Sukses

Tuai Kontroversi, Kemkominfo Sebut RPM Jastel Sudah Disepakati

Menurut Kemkominfo, RPM Jastel akan membuat pola perizinan baru, yakni hanya satu izin keluaran (izin jasa telekomunikasi).

Liputan6.com, Jakarta - Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Jasa Telekomunikasi yang bakal menggantikan KM No 21 Tahun 2001 tentang Jasa Telekomunikasi, belum lama ini menuai kontroversi, yakni penolakan dari Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Strategis.

FSP BUMN Strategis menolak RPM ini karena substansinya dinilai sama saja dengan rancangan Peraturan Pemerintah No 52 Tahun 200 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit yang ditolak ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2016.

Alasan lainnya, RPM Jasa Telekomunikasi dinilai melanggar UU No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, terutama Pasal 96 mengenai partisipasi masyarakat.

Terkini, Dirjen PPI Kemkominfo Ahmad M Ramli mengungkap bahwa RPM ini telah melalui tahap konsultasi publik dan telah disepakati oleh sejumlah pihak. Ia menyebutkan RPM Jastel akan membuat pola perizinan baru, yakni cuma hanya satu izin keluaran (izin jasa telekomunikasi).

Adapun, dalam konsultasi publik ini pihaknya turut menyertakan para operator telekomunikasi, ATSI (Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia), dan APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia).

"Untuk semua jenis jasa, izinnya satu saja, yaitu izin jasa telekomunikasi. Pemegang izin bisa memberikan komitmen dalam bentuk layanan jasa telekomunikasi dan wilayah (kabupaten/kota) cakupan layanan," ujar Ramli ditemui di Jakarta, Rabu (20/12/2017).

Ramli menekankan RPM ini harus tetap merujuk ke peraturan pemerintah (PP) yang menaunginya, termasuk ketentuan-ketentuan baru yang telah ditetapkan.

Dengan demikian, izin pada RPM Jasa Telekomunikasi ini bisa dikembangkan dengan pemilik izin tersebut. Adapun pengembangan yang dimaksud adalah penambahan komitmen dalam dua bentuk, yaitu komitmen layanan turunan dan komitmen wilayah layanan.

Pria berkacamata ini juga mengungkap RPM Jasa Telekomunikasi akan segera disahkan dalam waktu dekat. "Kalau bisa lebih cepat lebih baiklah," lanjutnya.

 

2 dari 2 halaman

Panggil Kemkominfo Bahas RPM

Sebelumnya, KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) meminta Kemkominfo untuk memastikan RPM tentang Jasa Telekomunikasi ini dapat adil bagi pelaku usaha telekomunikasi.

Pihaknya menyayangkan Kemkominfo tidak berdiskusi dahulu dengan KPPU terkait rencana ini. Padahal, biasanya Kemkominfo akan berdiskusi apabila merancang kebijakan telekomunikasi.

Menurut Ketua Komisi KPPU Muhammad Syarkawi Rauf, ada sejumlah poin RPM Jasa Telekomunikasi yang dinilai dapat mengarah pada persaingan tidak sehat di industri. Misalnya, apabila RPM ini memperbolehkan pelaku usaha jasa telekomunikasi menyewa jaringan milik operator penyelenggara jaringan, Kemkominfo harus memastikan kebijakan ini tidak merugikan pelaku usaha lain.

"KPPU meminta agar penyewaan jaringan telekomunikasi dilaksanakan secara business-to-business (B2B). Artinya, operator penyelenggara jasa dan operator penyelenggara jaringan dapat mengatur struktur biaya masing-masing tanpa ada operator penyelenggara jaringan yang dirugikan," terang Syarkawi.

Tak hanya itu, jika informasi biaya dan kapasitas sewa jaringan operator wajib dibuka dalam RPM Jasa Telekomunikasi, hal ini dapat melanggar UU Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta UU Rahasia Dagang.

"Jika strategi terkait harga dan pengaturan kapasitas diketahui, ini dapat melanggar UU dan semua pelanggaran ini dapat mengarah ke tindakan kartel. Kerahasiaan perusahaan itu dijamin oleh UU. Harusnya PM yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan UU yang ada," tegasnya.

(Jek/Cas)

Saksikan Video Pilihan Berikut: