Sukses

Kalah dari Uang Tunai, DAM Bangun Ekosistem Fintech di Indonesia

Meski dianggap sebagai industri yang memiliki potensi tinggi untuk berkembang, fintech masih butuh ekosistem pendukung yang baik.

Liputan6.com, Jakarta - Industri teknologi finansial/ financial tecnology (fintech) kini dianggap sebagai industri yang memiliki potensi tinggi untuk berkembang. Hal ini salah satunya disebabkan karena penetrasi perbankan yang masih sangat kecil (sekitar 60 juta akun perbankan), padahal jumlah penduduk di Indonesia sangat besar, sekitar 250 juta jiwa.

Potensi industri ini bisa dilihat dari nilai transaksi fintech hingga akhir tahun 2017 yang diprediksi mencapai US$ 18,65 miliar atau setara Rp 266,4 triliun. Dengan perkembangan teknologi, industri fintech diperkirakan bakal terus tumbuh dalam waktu ke depan.

Sayangnya, menurut Managing Director Digital Artha Media (DAM) Corporation, Fanny Verona, untuk mengembangkan fintech diperlukan ekosistem yang mendukungnya.

"Fintech ini sekarang ngetren banget, bank banyak yang ke arah fintech, perusahaan yang bukan bergerak sektor financial membuat bisnis fintech, tapi sekarang dengan berbagai jenis fintech, kita masih juga pakai uang tunai. Jadi sebenarnya kompetitor buat perusahaan fintech bukan perusahaan lain, tetapi uang tunai itu sendiri," kata Fanny di dalam acara media gathering DAM Corporation di Jakarta, Kamis (21/12/2017).

Ia mengatakan, masalah utama dalam industri fintech sebenarnya berasal dari ekosistemnya yang belum kuat sehingga orang masih menggunakan uang tunai dan belum sepenuhnya melakukan pembayaran dengan smartphone.

"Kami studi ke Tiongkok dan Amerika Serikat, kenapa di sana bisa benar-benar cashless? Karena ekosistem mereka siap, semua (merchant dan toko) menerima pembayaran fintech, bisa mudah top up. Sementara kalau di sini top up susah, ada merchant yang tidak menerima pembayaran dengan aplikasi sehingga ujung-ujungnya pakai uang tunai," tutur Fanny menjelaskan permasalahan fintech di Indonesia.

 

2 dari 2 halaman

Solusi yang DAM Bakal Hadirkan

Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Untuk itu, sebagai startup enabler fintech yang ingin membangun masyarakat non tunai, DAM Corporation bakal membangun ekosistem fintech di Indonesia dengan berbagai solusi.

"Kami ingin bangun ekosistem untuk fintech agar semua fintech player bisa pakai itu, tidak hanya untuk platform-nya DAM saja," tutur Fanny.

Beberapa solusi yang kini dikembangkan antara lain adalah internet payment gateway, offline payment through EDC dan POS, virtual card number (VCN), merchant payment transfer, e-toll dan e-parking, one to many, transfer whitelabel, dan co-brand hyper localization.

Sekadar diketahui, DAM Corp merupakan saat ini menjadi startup yang mengelola produk fintech terkemuka di Indonesia antara lain adalah Mandiri e-Cash dan Line e-Cash. Kini Mandiri e-Cash telah dipakai sebanyak 10 juta pengguna di Indonesia, sementara Line e-Cash dipakai oleh sekitar 4 juta orang Indonesia.

Selain menghadirkan solusi-solusi di atas, tahun depan DAM Corp akan menghadirkan beberapa produk lain antara lain adalah Indipay, Indiprint, dan Wagon (warung goes online).

Fanny mengatakan, Indipay merupakan dompet elektronik yang bisa digunakan untuk beragam transaksi. Sementara Indiprint adalah layanan printing berbasis cloud yang bakal dihadirkan di kampus-kampus.

"Cloud printing ini akan ada di kampus, kerja sama dengan rektorat. Jadi kami menghadirkan solusi printing untuk mahasiswa. Jadi kalau mahasiswa mengerjakan tugas dan ingin ngeprint, mereka bisa langsung kirim melalui cloud kemudian ambil di printer terdekat. Nanti bayarnya menggunakan Indipay," ujarnya.

Platform terakhir bernama Wagon (warung goes online) yang memungkinkan semua warung bisa bertransaksi dengan pembayaran noncash.Ketiga platfom ini rencananya dirilis tahun 2018.

(Tin/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: