Liputan6.com, California - Malware jenis baru belum lama ini ditemukan oleh para peneliti di Trend Micro, perusahaan keamanan siber asal Jepang. Kali ini, malware itu menyasar pengguna layanan pesan instan Facebook Messenger untuk dimanfaatkan mining (menambang) mata uang digital terenkripsi (crypto-currency) Monero.
Malware yang bernama "Digimine" ini diklaim hadir dalam bentuk tautan dan dokumen video. Namun jangan khawatir, malware hanya akan menyerang Facebook Messenger yang digunakan via desktop di browser Google Chrome. Jika kamu membuka tautan tersebut menggunakan Facebook Messenger pada platform lain, seperti smartphone misalnya, Digimine kemungkinan tidak akan menyerangmu.
Advertisement
Baca Juga
Menurut informasi yang dilansir Independent, Selasa (26/12/2017), Digimine tetap diklaim sebagai malware yang berbahaya. Pasalnya, saat Digimine berhasil menginfeksi perangkat korban, ia akan memperlambat kinerja komputer dan menggunakan akun Facebook korban untuk mencari korban berikutnya.
"Jika malware berhasil diselundupi, akun Facebook korban akan secara otomatis bisa digunakan, Digimine akan 'memanipulasi' Facebook Messenger--seolah-olah pengguna tersebut sedang chatting ke teman-temannya--dan mengirim tautan berbahaya ke korban berikutnya," jelas peneliti.
Ketika korban terserang, di sinilah hacker yang akan mendapat keuntungan. Jumlah mining mata uang digital Monero pun akan terus meningkat jika semakin banyak korban yang terkena malware ini.
Peneliti Trend Micro mengaku saat ini perangkat komputer memang rentan jadi incaran hacker karena mereka ingin memanfaatkannya sebagai platform untuk mining mata uang digital.
"Popularitas mata uang digital yang bisa didapat dari mining ternyata menjadi celah bagi pihak yang tak bertanggung jawab untuk menebar malware," lanjut peneliti.
Bitcoin Lebih Populer
Pada kenyataannya, Monero bukanlah mata uang yang paling banyak digunakan, melainkan Bitcoin. Nilai mata uang digital Bitcoin sempat berhasil melampaui nilai emas.
Sebagaimana dilansir BBC, nilai Bitcoin sempat mencapai US$ 1.268 atau setara Rp 19,9 jutaan, sedangkan nilai untuk satu ons emas berada di angka US$ 16,4 jutaan.
Nilai Bitcoin yang tinggi ini dikaitkan dengan lonjakan permintaan di Tiongkok. Sebelumnya, otoritas Tiongkok memang menyebut Bitcoin digunakan untuk mengalirkan dana ke luar negeri secara ilegal. Oleh karenanya, awal tahun ini pemerintah Tiongkok berupaya menindak perdagangan menggunakan Bitcoin.
Walau demikian, dikabarkan pengawasan otoritas Tiongkok itu hanya berlaku sebentar dan membuat penggunaan Bitcoin kembali tinggi. Terbukti, Januari lalu transaksi Bitcoin naik cukup signifikan.
Advertisement
Proses Transaksi
Prosedur transaksi menggunakan Bitcoin dinamai mining. Proses ini mengharuskan penyelesaian problem matematis memakai solusi 64-digit. Setelah berhasil menyelesaikan problem tersebut, barulah satu blok Bitcoin diproses.
BBC melaporkan, saat ini ada sekitar 15 juta Bitcoin di dunia.
Untuk menggunakan sebuah Bitcoin, seorang pengguna harus memiliki alamat Bitcoin dengan rangkaian 27-34 huruf angka. Alamat tersebut seolah menjadi kotak pos digital yang mampu mengirimkan dan menerima Bitcoin.
Pengguna pun tak perlu mendaftarkan alamat, sehingga anonimitas tetap terjaga saat bertransaksi. Gara-gara sifat anonimitas ini, penggunaan Bitcoin pun jadi sulit untuk dilacak dan acap kali dipakai untuk kegiatan ilegal, seperti jual beli narkoba dan pencucian uang.
(Jek/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: