Liputan6.com, London - Implementasi teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI, Artificial Intelligence) terus digeber pada industri kesehatan.
Setelah sebelumnya kecerdasan buatan bisa mendeteksi beberapa penyakit, mulai dari gejala diabetes hingga alzheimer, kini teknologi tersebut siap mendeteksi penyakit dalam yang skalanya lebih berat, seperti jantung dan kanker.
Adalah ilmuwan dari rumah sakit John Radcliffe, Oxford, Inggris, yang belum lama ini memantapkan teknologi kecerdasan buatan untuk mendeteksi penyakit jantung dan paru-paru.
Advertisement
Baca Juga
Jika ke depannya teknologi kecerdasan buatanbisa bekerja lebih baik, mereka optimistis teknologi dapat menghemat miliaran Poundsterling (triliunan Rupiah) yang dikeluarkan sebagai biaya diagnosis konvensional untuk kedua penyakit tersebut.
Pada pertengahan 2018, The National Health Service (NHS) atau Layanan Kesehatan Nasional Inggris juga akan mendapatkan mesin khusus berbasis kecerdasan buatan untuk mendiagnosis penyakit jantung dan kanker. Para pasien juga bisa memeriksa kondisinya secara gratis dengan mesin tersebut.
Kepala NHS Sir John Bell, menyambut positif kehadiran mesin tersebut. Pasalnya, layanan patologi (deteksi penyakit dalam) untuk jantung dan kanker menguras dana besar.
Per tahun saja, ambil contoh, pihaknya harus menggelontorkan dana sebesar 2,2 miliar Poundsterling (setara dengan Rp 39,6 triliun) per tahun.
"Kehadiran mesin tersebut tentu bisa memangkas pengeluaran hingga 50 persen (hampir Rp 20 triliun) per tahun. Ini tentu bisa menyelamatkan kondisi finansial NHS," ujar Bell sebagaimana dikutip BBC, Kamis (4/1/2018).
Membantu Para Kardiolog
Kehadiran mesin tersebut juga diklaim akan membantu para ahli kardiolog (jantung) untuk mendeteksi jenis penyakit jantung pasien.
Dari yang sudah-sudah, metode diagnosis konvensional penyakit jantung bisa saja keliru, bahkan dilakukan oleh dokter terbaik sekali pun.
"Sebelumnya banyak pasien dikirim ke rumah sakit karena serangan jantung. Mereka akhirnya menjalani operasi jantung, padahal ini tak perlu dilakukan," ujar Bell.
Advertisement
Bakal Gantikan Ahli Onkologi
Sebelumnya, pemodal ventura dan co-founder Sun Microsystems, Vinod Khosla, menilai penerapan kecerdasan buatan juga akan meluas ke bidang onkologi (ilmu tentang tumor).
"Saya tidak bisa membayangkan bagaimana bisa ahli onkologi manusia akan memberi nilai tambah, mengingat jumlah data di bidang onkologi," kata Khosla, saat diskusi panel yang diselenggarakan MIT di San Francisco, Amerika Serikat sebagaimana dikutip dari Venture Beat.
"Mereka (ahli onkologi manusia) tidak mungkin bisa memahami semua hal yang mungkin terjadi," tambahnya.
Pernyataan Khosla adalah bagian dari poin yang lebih luas bahwa pendidikan dan kecakapan tinggi tidak akan cukup membendung pergolakan ekonomi dan kehilangan pekerjaan, yang timbul sebagai salah satu akibat dari penerapan kecerdasan buatan.
Lebih lanjut, ia bahkan tidak yakin ahli radiologi manusia masih akan ada dalam lima tahun mendatang.
(Jek/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: