Sukses

Menkominfo: Google cs Harus Sigap Atasi Hoax Jelang Pilkada 2018

Menkominfo berharap, para penyedia layanan internet seperti Google cs agar tidak berlama-lama memproses laporan terkait konten negatif.

Liputan6.com, Jakarta - Setelah menandatangani nota kesepakatan aksi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait konten negatif di internet menyambut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara meminta penyedia layanan internet agar tak perlu lagi berlama-lama memproses laporan terkait konten negatif.

Adapun penyedia layanan yang berpartisipasi adalah Google, Facebook, Twitter, Telegram, BlackBery Messenger (BBM), Line, Bigo Live, Live Me, dan Metube. Tak lupa, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) ikit serta dalam deklarasi ini.

"Jadi, tak ada alasan bagi penyedia layanan (berlama-lama memproses) laporan yang diterima dari KPU maupun Bawaslu. Sebab, keduanya merupakan badan independen yang memang mengetahui aturan terkait Pilkada," ujarnya saat berbicara di Penandatanganan Nota Kesepakatan Aksi melawan konten negatif di internet di Pilkada 2018 di Jakarta, Rabu (31/1/2018).

Pria yang akrab dipanggil Chief RA itu juga menuturkan Kemkominfo siap mendukung Bawaslu dan membantu dari belakang. Karena itu, permintaan penurunan sebuah konten negatif akan dilakukan langsung oleh Bawaslu karena mereka adalah pihak yang mengetahui aturan atau pelanggaran di Pilkada.

Lantas, bagaimana dengan proses pelaporan tersebut? Ditemui secara terpisah, Dirjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Semuel Abrijani Pangerapan menuturkan, melalui kerja sama ini penyedia layanan akan menyediakan kanal khusus bagi Bawaslu.

"Jadi, ketika ada laporan dari masyarakat pada Bawaslu, mereka dapat langsung meminta penyedia platform untuk menurunkannya. Sebab, Bawaslu lebih mengetahui aturan pelanggaran yang ada di Pilkada, sehingga tak perlu lagi melalui Kemkominfo," ujarnya menjelaskan.

Bersama dengan komitmen aksi ini pula, pria yang karib disapa Semmy ini mengatakan sudah dibuat sebuah standar operasional saat adanya pelaporan. Salah satu yang menjadi perhatian adalah jangka waktu penurunan konten yang dianggap melanggar di sebuah platform.

"Lewat komitmen aksi ini, diharapkan proses penurunan konten yang melanggar dapat dilakukan maksimal 1x24 jam oleh penyedia layanan. Jika lebih dari itu, memang harus dilihat dari kasus per kasus," tuturnya.

Sementara untuk pelanggaran di situs, aksi pemblokiran tetap dilakukan melalui Kemenkominfo. Setelah adanya laporan, menurut Semmy, pihaknya akan meminta penyedia jasa internet untuk memblokir akses ke situs bersangkutan.

"Namun, sebelum dilakukan pemblokiran, pihak kami akan melakukan forensik terlebih dulu apakah benar adanya pelanggaran. Seluruhnya itu juga didasarkan oleh laporan dari masyarakat dan Undang-Undang, tak sembarangan kami dapat memblokirnya," ujar pria yang akrab dipanggil Semmy tersebut.

2 dari 3 halaman

Aksi KPU, Bawaslu, dan Kemkominfo Tangkal Hoax di Pilkada

KPU bersama Bawaslu dan Kemkominfo memang baru saja menandatangani nota kesepakatan aksi untuk menangkal konten negatif di internet.

Bersamaan dengan acara itu, penyedia layanan berbasis internet di Indonesia juga ikut menyuarakan 'Internet Indonesia Lawan Hoax pada Pilkada 2018'.

Menurut Ketua Bawaslu, Abhan, kesepakatan ini bertujuan untuk menjadikan Pilkada sebagai pesta demokrasi yang berimbang dan menarik. Salah satunya adalah dengan melindungi pemilih Indonesia dari kabar palsu atau hoax.

"Demokrasi tercederai saat internet digunakan untuk media kampanye yang mengandung ujaran kebencian, hoax, atau konten negatif. Atas dasar itu, komitmen aksi ini digagas untuk menangkal berita palsu atau hoax, ujaran kebencian, dan konten negatif di internet dalam penyelenggaraan Pilkada 2018 dan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019," tuturnya.

3 dari 3 halaman

Laporan Konten Negatif Terkait Pilkada

Berkaca dari tahun lalu, aduan konten negatif saat Pilkada memang cukup meningkat. Berdasarkan data aduan Kemkominfo per Agustus 2017, aduan konten berbau SARA dan ujaran kebencian mencapai puncak tertinggi pada Januari 2017 dengan jumlah 5.142 aduan. Dalam jangka waktu itu memang bersamaan dengan Pilkada DKI Jakarta.

Jumlah itu turun secara bertahap hingga 94 aduan di Juli 2017. Namun, pada bulan April dan Mei saat momentum Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, jumlah laporan kembali tinggi di kisaran 1.000 aduan.

Sementara aduan konten negatif paling banyak kedua berasal dari hoax dan berita palsu. Aduan terkait konten ini mencapai puncaknya pada momentum Pilkada DKI Jakarta Januari 2017 dengan 5.070 laporan.

Setelah itu, laporan terkait dua hal itu menurun hingga Agustus 2017.

(Dam/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: