Sukses

Junjung Perlindungan Anak, Unilever Kecam Facebook dan Google

Unilever menilai, kedua raksasa media sosial ini tidak berkontribusi positif terhadap hal perlindungan anak dari ancaman siber dan konten negatif.

Liputan6.com, California - Unilever belum lama ini melayangkan kecaman kepada Facebook dan Google. Alasannya, kedua raksasa media sosial tersebut dianggap tidak serius dalam memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dalam hal perlindungan anak-anak dari ancaman kejahatan siber.

Chief Marketing Officer (CMO) Unilever, Keith Weed, mengaku telah menghubungi Facebook dan Google.

Adapun kecaman yang dilontarkan bermaksud mendesak keduanya untuk meningkatkan transparansi dan kepercayaan pengguna akan informasi hoax dan konten-konten negatif lain yang berisiko bagi pengguna anak-anak.

"Kami memutuskan tidak akan memasang iklan pada media sosial seperti Facebook yang tidak berkontribusi positif kepada masyarakat, terlebih pada hal perlindungan anak," ujar Weed seperti dikutip Reuters, Rabu (14/2/2018).

Weed juga berujar, tingkat kepercayaan masyrakat terhadap media sosial kini berada di posisi paling rendah. Pasalnya, para raksasa teknologi kelihatannya tampak acuh untuk memberantas materi negatif.

"Banyak materi negatif seperti rasisme, seksisme, dan teroris yang menyebarkan pesan kebencian. Ini semua sayangnya bisa diakses anak-anak kapan saja, di mana saja. Semua pelaku media sosial seharusnya bisa bertindak lebih," tambahnya menerangkan.

2 dari 3 halaman

Facebook Ingin Bebas Konten Negatif di 2018

Pendiri sekaligus CEO Facebook Mark Zuckerberg sendiri ingin media sosialnya terbebas dari konten negatif di 2018.

Sekadar informasi, beberapa tahun terakhir, Facebook memang tengah dilanda sejumlah masalah. Selain keberadaan berita palsu di platform-nya, Facebook juga kerap digunakan untuk merekrut teroris dan aksi perundungan (bullying) online.

"Kini, dunia terasa cemas dan terbagi, dan Facebook memiliki banyak hal yang harus dilakukan, baik melindungi komunitas kami dari ujaran kebencian dan penghinaan, mempertahankannya dari intervensi negara, termasuk memastikan waktu yang dihabiskan di Facebook berjalan baik," tulisnya di akun resmi Facebook.

Ia menuturkan, tantangan pribadinya di 2018 adalah fokus untuk menyelesaikan isu penting di Facebook.

Zuckerberg juga mengakui, Facebook telah terlalu banyak melakukan kesalahan dalam menerapkan kebijakan dan mencegah penyalahgunaan piranti yang dimiliknya.

"Jika kami sukses tahun ini, berarti kami dapat mengakhiri 2018 dengan lintasan yang jauh lebih baik," tulisnya. Dalam tulisannya, ia juga menyebut akan bertemu sejumlah ahli untuk membahas persolan yang muncul di layanannya.

Ayah dari dua orang anak ini juga mengakui tengah memperhatikan tren yang berkembang saat ini, seperti enkripsi dan cryptocurrency. Karena itu, ia berencana menggali dan mempelajari seluruh aspek teknologi tersebut, termasuk cara terbaik memanfaatkannya di Facebook.

3 dari 3 halaman

Facebook Dikritik

Facebook dan sejumlah media sosial lain memang sempat banyak dikritik lantaran layanan mereka membuat para pengguna melihat berbagai isu sosial dan politik, sehingga menyebabkan kebiasaan adiktif.

Algoritma Facebook sendiri dikritik karena diduga memprioritaskan berita dan informasi yang salah di News Feed para pengguna, termasuk memengaruhi Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) pada tahun lalu, serta memicu wacana politik di berbagai negara lain.

Perombakan produk Facebook yang dimulai dengan perubahan algoritma sebagai "pengontrol" News Feed ini, diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Perubahan lain, kata Zuckerberg, akan diterapkan pada berbagai produk Facebook lainnya dalam beberapa bulan ke depan.

"Kami merasa bertanggung jawab untuk memastikan layanan kami tidak hanya menyenangkan untuk digunakan, tapi juga baik untuk kehidupan masyarakat," ungkap suami Priscilla Chan tersebut.

Facebook saat ini memiliki lebih dari 2 miliar pengguna bulanan dan merupakan media sosial terbesar di dunia. Selain itu, Facebook juga merupakan salah satu perusahaan terbesar di dunia dengan pendapatan berkisar US$ 36 miliar per 30 September 2017, yang sebagian besar berasal dari iklan.

Berbeda dengan konten iklan yang tidak terkena dampak perubahan ini, hal ini dinilai justru akan menjadi pukulan berat bagi organisasi berita.

Banyak media menggunakan Facebook untuk mendorong pembaca, tapi kata Zuckebrerg, banyak unggahan semacam itu ternyata "tidak sehat".

"Sejumlah berita membantu memulai percakapan mengenai berbagai isu penting. Namun, kini terlalu sering, menonton video dan membaca berita menjadi pengalaman pasif," tulis Zuckerberg. Demikian seperti dikutip dari Reuters, Jumat (12/1/2018).

(Jek/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: