Sukses

Jual Ponsel ke Gembong Narkoba, Bos Perusahaan Teknologi Dibekuk FBI

Dalam gugatannya, FBI menyebut CEO Phantom Secure ternyata itu berkontribusi dalam peredaran narkoba.

Liputan6.com, Jakarta - Petinggi Phantom Secure, perusahaan keamanan yang berfokus pada perangkat mobile dilaporkan telah dibekuk oleh FBI.

Menurut laporan Motherboard, CEO Phantom Secure, Vincent Ramos diketahui telah menjual ponsel ke gembong narkoba.

Dikutip dari Tech Spot, Selasa (13/3/2018), FBI memang tengah mencari pihak yang diketahui menjual perangkat super aman ke tangan para penjahat. Hasilnya, FBI berhasil menangkap Ramos karena perusahaannya kedapatan menjual perangkat ke kartel narkoba Sinaloa.

Sekadar informasi, Phantom Secure merupakan perusahaan yang menawarkan layanan keamanan perangkat mobile super lengkap. Mereka dapat menyediakan layanan end-to-end encrypted untuk transmisi data perangkat.

Namun, dari laporan, pendiri dan CEO perusahaan yang berbasis di Kanada itu dituduh telah ikut berkomplot ikut mendistribusikan narkoba. Bahkan, perusahaan itu sebenarnya dibuat oleh petinggi dari kelompok terkenal, termasuk kartel Sinaloa.

Dalam tuduhannya, penegak hukum menyebut Phantom telah menghapus fungsi mikrofon, kamera, navigasi GPS, penjelajahan internet, termasuk layanan olah pesan yang biasanya ada di dalam sebuah perangkat sebelum menjualnya.

Perangkat itu biasanya dilengkapi software Pretty Good Privacy (PGP) untuk mengamankan komunikasi. Dengan cara itu, percakapan antar perangkat dari Phantom Secure tak dapat ditembus pihak lain. 

Agen Khusus FBI Nicholas Cheviron memprediksi ada sekitar 20 ribu berbekal sistem keamanan Phantom yang digunakan di seluruh dunia. Setengah dari jumlah tersebut diprediksi ada di Australia dan disebut telah menyumbang jutaan dolar bagi perusahaan.

2 dari 3 halaman

Masalah Perusahaan Teknologi Soal Keamanan Perangkat

Sekadar informasi, masalah keamanan atau enkripsi memang masih menjadi masalah pelik. Biasanya, perusahaan teknologi menolak untuk memberikan akses backdoor terhadap keamanan perangkatnya. 

Salah satu kasus yang masih hangat adalah penolakan Apple terhadap permintaan FBI untuk membuka akses backdoor dari iPhone milik pelaku penembakan San Bernardino pada 2016. 

Apple beralasan pembukaan sistem yang dilakukan dapat mengancam keamanan dari pengguna perangkat besutannya. Keputusan tersebut yang kemudian mengundang polemik publik Amerika Serikat.

Di satu sisi, Apple berusaha meyakinkan bahwa pembukaan keamanan tersebut dapat berakibat fatal, sedangkan, di sisi lain permintaan FBI ini merupakan bagian dari penyelidikan kasus hukum.

Penolakan Apple itu juga membuat pihak Gedung Putih pun turun tangan. Melalui Departemen Kehakiman, pihak gedung putih menjelaskan  pihaknya hanya meminta Apple membuka satu perangkat saja, bukannya memberikan akses backdoor ke seluruh sistem.

3 dari 3 halaman

Bill Gates Anggap Backdoor di iPhone Bukan Ide Buruk

Di sisi lain, co-founder Microsoft Bill Gates menyatakan bahwa menghadirkan backdoor pada perangkat bukanlah ide buruk. Hal ini diungkapkannya terkait dengan konflik antara Apple dengan beberapa lembaga pemerintah AS.

Mengutip laman Softpedia, FBI merupakan pendukung dari adanya backdoor di perangkat mobile.

Namun, Apple dan sejumlah perusahaan teknologi lain menentang usulan tersebut. Perusahaan-perusahaan mengklaim, jika ada backdoor, keamanan dan privasi banyak orang bakal berisiko.

Kendati begitu, Bill Gates berpikir perusahaan-perusahaan teknologi yang menolak proposal pemerintah telah bermain dalam sebuah permainan berisiko tinggi. Pasalnya, para perusahaan tersebut pada akhirnya bakal tetap dipaksa untuk memenuhi aturan.

"Perusahaan teknologi harus berhati-hati, kalau mereka tidak mengakomodir ide tersebut, mereka tak bisa mencegah pemerintah untuk melakukan berbagai jenis hal yang harus kita ikuti," katanya.

(Dam/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Â