Sukses

Cantik dan Kaya Raya, Bos Teknologi Ini Terseret Kasus Penipuan Besar

Bos startup teknologi Theranos, Elizabeth Holmes, boleh saja membuat Silicon Valley terkagum-kagum, sampai akhirnya ia terseret kasus penipuan besar yang membuatnya terpuruk.

Liputan6.com, Silicon Valley - Di Silicon Valley yang didominasi pekerja lelaki, kehadiran Elizabeth Holmes memberikan warna tersendiri di industri teknologi.

Bagaimana tidak? Wanita pirang berparas bak malaikat ini selalu berpakaian layaknya Steve Jobs. Ia juga kaya raya, punya harta sebesar US$9 miliar (setara Rp 123 triliun) berkat perusahaannya bernama Theranos yang ia dirikan saat berusia 19 tahun.

Baca Juga

Theranos sendiri adalah startup kesehatan yang menawarkan teknologi di mana manusia bisa melakukan uji darah hanya dengan sedikit mengambil sampel darah, sehingga pasien tak perlu takut disuntik.

Berbagai investor pun tertarik untuk 'menitipkan' uangnya di Theranos dan mengantarkan Elizabeth Holmes ke status hartawan.

Sayang seribu sayang, kiprah Holmes tidaklah berjalan mulus. Pada 2015, seorang jurnalis melakukan investigasi yang mengklaim Holmes telah melakukan tindak penipuan.

Alhasil, berbagai media massa Amerika Serikat (AS) melaporkan pada Kamis (15/3/2018), kalau Securities and Exchange Commission (Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat) mengatakan Holmes dan Theranos melakukan kecurangan selama bertahun-tahun.

"Theranos melebih-lebihkan atau membuat pernyataan palsu tentang perfroma teknologi, bisnis, dan finansial perusahaan mereka," sebut BBC pada Kamis (15/3/2018). 

Klaim palsu lain yang dibuat Theranos adalah mengaku teknologi buatan mereka dipakai militer AS di Afghanistan, yang ternyata klaim tersebut dilebih-lebihkan.

Presiden Theranos, Ramesh "Sunny" Balwani juga ikut terseret kasus ini. Selain membayar denda Rp 6,8 miliar, Holmes juga sepakat tidak akan menikmati untung dari Theranos hingga US$ 750 juta (setara Rp 10,3 triliun). 

Keuntungan tersebut, ia pastikan akan dikembalikan ke investor. Tak cuma itu, Holmes juga dilarang menjadi direktur perusahaan publik selama 10 tahun.

 

2 dari 3 halaman

Dibongkar Seorang Jurnalis

Kasus di Theranos pertama kali dibongkar oleh John Carreyrou, wartawan investigasi dari The Wall Street Journal (WSJ).

Carreyrou mendapat informasi dari seorang whistleblower dari dalam perusahaan Theranos, yaitu seorang pemuda bernama Tyler Shultz, yang juga adalah cucu dari mantan Menteri Luar Negeri AS, George Shultz.

Dari investigasi WSJ itulah publik diinformasikan mengenai berbagai kejanggalan di dalam Theranos. Mulai dari teknologi yang dipakai, sampai akurasi dari uji darah yang mereka lakukan, dan ternyata uji yang mereka lakukan memakai mesin-mesin dari perusahaan lain seperti Siemens. 

Theranos memang mengklaim bisa melakukan 240 tes darah untuk mendeteksi berbagai penyakit.

Ditambah lagi, Theranos sangat penuh rahasia dalam teknologinya. Padahal seyogyanya sebagai perusahaan di bidang kesehatan, Theranos haruslah terbuka.

Tentu, Theranos membantah keras artikel WSJ, tetapi kenyataannya hasil penyidikan berkata berbeda. 

Tyler Shultz, sang whistleblower, mengalami kerenggangan hubungan dengan kakeknya, sebab kakeknya juga sempat menjabat sebagai petinggi Theranos. 

Shultz muda berargumen bahwa hal yang ia lakukan justru untuk melindungi reputasi kakeknya.

3 dari 3 halaman

Berawal dari Ketakutan Disuntik

Awalnya Holmes sempat dipuji sebagai inovator sejati karena ia menggunakan pengalamannya sendiri untuk membantu orang lain.

Holmes mengaku takut dengan darah, dan ketakutannya mendorongnya untuk berinovasi agar memungkinkan adanya uji darah hanya dengan beberapa tetes darah.

Pada 2003, Holmes mendirikan Theranos sebelum akhirnya dropout dari Universitas Stanford (dulu Steve Jobs juga dropout) agar uang kuliahnya bisa dipakai untuk membangun bisnis.

Diharapkan, dengan teknologi yang ditawarkan Theranos maka orang-orang tidak perlu takut lagi pada darah atau jarum suntuk saat melakukan pemeriksaan darah. Pemeriksaan pun bisa dilakukan dengan murah dan dengan harga lebih terjangkau. 

Pada Desember 2015, 10 bulan sebelum artikel di The Wall Street Journal rilis, majalah The New Yorker sempat menuliskan profil tentang Holmes.

Dituliskan kalau Holmes sangat fokus pada pekerjaannya, dan tidak memiliki waktu untuk membaca novel atau untuk sahabat, tidak berkencan, tidak memiliki televisi, dan tidak pernah ambil cuti libur selama sepuluh tahun.

Berkaca dari kasus tersebut, buntutnya bisa dipastikan tidak ada lagi orang yang akan memanggil Elizabeth Holmes sebagai "The Next Steve Jobs". 

(Tom/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: