Liputan6.com, Jakarta - Kehadiran mobil otonomos diprediksi mempermudah mobilitas manusia di masa depan. Selain lebih nyaman karena mampu berjalan sendiri, penggunaan teknologi otonomos diperkirakan dapat mengurangi kecelakaan akibat human-error.
Namun, berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kempten University beberapa waktu lalu, diketahui ternyata mobil otonomos membuat penggunanya lebih mudah stres.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari First Post, Kamis (22/3/2018), studi ini dilakukan pada 50 responden dengan umur 18 hingga 65 tahun. Para responden lalu dipantau selama mengendarai mobil yang sudah diatur dalam sistem perjalanan otomatis.
Jadi, sistem dirancang untuk memastikan pengemudi tak menyimpang dari jalurnya saat mereka kehilangan konsentrasi, seperti kelelahan. Hasilnya, tingkat stres para responden ternyata naik setelah sistem itu diaktifkan.
"Tingkat stres semua responden langsung meningkat setelah sistem dinyalakan," tutur psikolog yang terlibat dalam studi tersebut, Corinna Seidler.
Menurutnya, hal itu terjadi karena ada perasaan khawatir dan ketakutan ada kegagalan saat menyerahkan kemudi pada mesin.
Karena itu, rasa percaya pada mobil otonomos masih harus ditingkatkan terus menerus untuk menimbulkan rasa percaya pada penumpang. Terlebih, saat ini, belum ada mobil otonomos yang benar-benar teruji saat berjalan di lalu lintas sebenarnya.Â
Kendati demikian, pengembangan teknologi mobil otonomos sendiri masih terus berlanjut dan dilakukan sejumlah perusahaan.
Bahkan, ada beberapa perusahaan termasuk pemerintah yang membuat fasilitas khusus untuk melakukan uji coba perjalanan mobil otonomos.Â
Mobil Otonomos Uber Tewaskan Pejalan Kaki, Salah Siapa?
Kekhawatiran mengenai keamanan mobil otonomos memang lumrah, mengingat ada sejumlah kasus kecelakaan yang melibatkan kendaraan otomatis tersebut. Terbaru, kasus kecelakaan lalu lintas terjadi di Amerika Serikat.Â
Dilansir dari media setempat azcentral, polisi mengungkap korban bernama Elaine Herzberg (49 tahun) ini ditabrak oleh mobil otonomos milik Uber. Nahasnya, ia meninggal di rumah sakit.
Juru bicara kepolisian setempat Sersan Ronald Elcock berkata, korban sedang menuntun sepedanya di penyeberangan jalan dekat Marquee Theatre pada pukul 10 malam sesaat sebelum ia tertabrak.
Elcock menambahkan, mobil otonomos Uber tampaknya tidak mengurangi kecepatan ketika melaju ke arah korban.
Namun, berdasarkan keterangan dari Sylvia Moir, Kepala Polisi Tempe, Uber bisa saja tidak bersalah. Sebab, sang korban menyeberang jalan secara tiba-tiba.
"Sangat jelas akan sulit menghindari tabrakan dalam mode apa pun (otonomos atau dengan kemudi manusia) karena korban muncul begitu saja, lalu langsung berjalan ke jalan raya," ucap Sylvia Moir seperti yang dikutip San Fransisco Chronicle.
Korban diduga seorang tunawisma. Sementara, mobil otonomos yang menabraknya berjenis Volvo, dan memiliki sopir di belakang setir.
Pihak Uber dan The National Transporation Safety Board (Dewan Keselamatan Transportasi Nasional, NTSB) juga ikut turun tangan dengan mengirim tim untuk memeriksa kasus ini.
Advertisement
Uber Menangguhkan Layanan
Merespons kecelakaan fatal yang terjadi di Arizona, pihak Uber langsung menangguhkan sementara operasi mobil otonomos di Pittsburgh, Tempe, San Fransisco, dan Toronto.
Lewat akun Twitter resmi mereka, pihak Uber juga mengucapkan dukacita dan berkomitmen untuk bekerja sama dengan kepolisian setempat untuk menginvestigasi kejadian tersebut.
Dara Khosrowshahi selaku CEO Uber juga menyampaikan hal senada lewat akun Twitternya.
"Kabar yang luar biasa sedih datang dari Arizona. Kami terus memikirkan keluarga korban sebagaimana kami bekerja dengan penegak hukum setempat untuk memahami apa yang terjadi," kata Dara.
(Dam/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:Â
Â