Liputan6.com, Jakarta - Nilai saham Facebook naik 4,2 persen pada Kamis 5 Maret 2018, padahal Facebook baru saja mengumumkan 87 juta data penggunanya di seluruh dunia disalahgunakan oleh konsultan politik Cambridge Analytica.
Mengutip Reuters, Jumat (6/4/2018), kenaikan saham Facebook terjadi setelah sang CEO Mark Zuckerberg mengatakan, kebocoran data tersebut tidak terlalu mempengaruhi penggunaan atau penjualan iklan di Facebook.
Sebelumnya nilai saham Facebook turun tajam 16 persen dan membuat nilai pasarnya turun US$ 80 miliar atau setara Rp 1.102 triliun, tepatnya saat media asing mengumumkan adanya penyalahgunaan data pengguna oleh Cambridge Analytica.
Advertisement
Baca Juga
Sejumlah investor melihat kekacauan tersebut sebagai kesempatan untuk meningkatkan nilai saham dan layanan Facebook meskipun pada sisi lain, pengawasan publik terhadap Facebook pun meningkat.
Investor Facebook The Californian State Teachers Retirement System yang setidaknya memiliki US$ 1 miliar pada saham Facebook menyebut pihaknya bakal tetap mempertanyakan soal perlindungan data pengguna pada perusahaan.
Sebelumnya, sejumlah publik figur seperti penyanyi Cher, aktor Will Ferrell, dan bos Tesla Elon Musk telah menghapus akun Facebook mereka.
Analis Wall Street mengatakan, penurunan nilai saham Facebook merupakan saat yang tepat untuk membeli saham mereka, sebab harga saham Facebook bisa dikatakan cukup tinggi. Meski begitu semuanya tergantung dari testimoni Zuckerberg di hadapan Congress Amerika Serikat.
Sejumlah Perusahaan Tarik Iklan di Facebook
Chief Operating Officer Facebook Sheryl Shandberg dalam wawancaranya dengan Bloomberg mengatakan, sejumlah pengiklan telah menghentikan sementara pengeluaran iklan mereka terkait dengan insiden penyalahgunaan data.
Kendati begitu, perusahaan meyakinkan kepada para pengiklan bahwa kini Facebook mengembangkan privasi pada sistemnya.
Perusahaan, antara lain pengecer suku cadang otomotif AS Pep Boys, Mozilla, dan bank Jerman Commerzbank AG disebut-sebut sebagai beberapa perusahaan yang menghentikan iklan mereka di Facebook.
Sandberg mengatakan, tool yang memungkinkan peneliti untuk mendapatkan akses ke informasi pribadi 87 juta pengguna sebenarnya telah mematuhi kesepakatan privasi yang ditandatangani perusahaan dengan US Federal Trade Commission (FTC) pada 2011.
Komentar Sandberg ini diungkapkan setelah adanya laporan bahwa FTC tengah menginvestigasi apakah perusahaan melakukan pelanggaran atas kesepakatan privasi tersebut. Facebook harusnya meminta izin kepada pengguna sebelum membagikan informasi pribadi ke pihak lain.
Advertisement
Pengguna Indonesia Ikut Jadi Korban Data Bocor Facebook
Dalam keterangan resminya, Facebook mengungkap informasi dari sekira 87 juta pengguna telah digunakan secara tidak layak oleh perusahaan konsultan politik, Cambridge Analytica.
Sebagian besar merupakan data pengguna Facebook di Amerika Serikat (AS), dan Indonesia juga termasuk tiga besar yang menjadi korban.
Sebanyak 70,6 juta akun yang disalahgunakan berasal dari AS, Filipina berada di posisi ke dua dengan 1,2 juta dan Indonesia dengan 1 jutaan akun. Dari total jumlah akun yang disalahgunakan, 1,3 persen adalah milik pengguna di Indonesia.
Negara-negara lain yang juga menjadi korban adalah Inggris, Meksiko, Kanada, India, Brasil, Vietnam dan Australia. Namun, Facebook mengaku tidak tahu rincian data yang diambil dan jumlah pasti akun yang menjadi korban.
"Total, kami yakin informasi dari 87 juta orang di Facebook, sebagian besar di AS, telah dibagikan secara tidak layak dengan Cambridge Analytica," tulis Facebook dalam keterangan resminya, Kamis (5/4/2018).
(Tin/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: