Liputan6.com, Jakarta - Selain kasus penyalahgunaan data yang masih belum usai, Facebook sebenarnya masih memiliki isu lain yang tak kalah penting, yakni konten yang beredar di platformnya.
Seperti diketahui, platform Facebook sering digunakan sebagai sarana penyebaran hoax atau kabar palsu.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara pun menyebut Facebook merupakan salah satu penyedia platform yang bandel untuk urusan konten. Maksudnya, penindakan Facebook terhadap konten yang tak sesuai dengan aturan di Indonesia tidak memenuhi ekspektasi.
Advertisement
Baca Juga
"Saya harus sampaikan bahwa media sosial itu enggak kooperatif-kooperatif amat. Dari sembilan penyedia platform, tiga di antaranya hanya memenuhi 50 persen permintaan dari pemerintah (soal pengelolaan konten)," tuturnya saat ditemui di kantor Kemkominfo, Kamis (6/4/2018) malam, kemarin.
Karena itu, ia mengatakan Kemkominfo selalu berlandaskan data dan statistik saat berencana untuk menutup penyedia platform. Ia menuturkan dirinya tak punya intensi pribadi untuk begitu saja menutup penyedia platform yang ada di Indonesia.
"Facebook itu masuk yang tak patuh. Sementara ada dua lagi yang besar-besar," tuturnya menjelaskan.
Berdasarkan data yang sebelumnya sempat diungkap Kemkominfo, dua layanan lain yang terbilang tak patuh adalah Telegram dan Google.
Berdasarkan data yang diungkap Kemkominfo, sembilan platform yang dimaksud adalah Facebook+Instagram, Twitter, Google+YouTube, Telegram, Line, BBM, Bigo, Live Me, dan Metube.
Dari data itu, Facebook ditambah Instagram memang memiliki tingkat kepatuhan yang tak terbilang besar.
Tingkat Kepatuhan Facebook
Untuk diketahui, informasi mengenai performa pelaku penyedia layanan over-the-top ini dibagi dalam tiga penilaian, yakni permintaan penurunan (requested), jumlah yang dipenuhi (fullfilled), dan tingkat penanganan (outstanding).
"Semakin kecil nilai outstanding-nya (mendekati 0), artinya semakin baik penanganan konten negatifnya," tutur Rudiantara saat pemaparan Maret lalu. Facebook sendiri memiliki tingkat outstanding 42 persen.
Jumlah itu merupakan rata-rata dari laporan tahun 2016 dan 2017. Untuk tahun 2016, raksasa media sosial itu memiliki nilai outstanding yang cukup tinggi, hingga 50 persen. Sementara di 2017, nilainya berangsur turun menjadi 34 persen.
Layanan lain yang memiliki tingkat outstanding tinggi adalah Google ditambah YouTube. Berdasarkan data dalam dua tahun terakhir, layanan itu hanya memenuhi sekitar 42 persen dari permintaan penurunan konten.
Terakhir ada Twitter yang sempat memiliki nilai outstanding tinggi pada 2016, hingga 83 persen. Kendati demikian, situs microblogging itu mulai menangani konten negatif tahun lalu dan kini hanya menyisakan sekitar 0,28 persen untuk nilai outstanding-nya.
"Untuk platform MeTube, Live.me, Bigo, BBM, Line itu semuanya sudah Cs (ce-es), yang belum, mau diapain kalau enggak kooperatif?" tuturnya beberapa waktu lalu.
Advertisement
Menkominfo Minta Hasil Audit Facebook Soal Kebocoran Data
Terkait kasus penyalahgunaan data penggguna Facebook, Menkominfo juga sudah mengingatkan bahwa media sosial harus mengikuti aturan yang di Indonesia. Karena itu, tak tertutup kemungkinan, pihaknya akan menjatuhkan sanksi.
"Kami juga sudah meminta Facebook untuk mematikan aplikasi yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, terutama kuis-kuis kepribadian semacam CA. Jadi, untuk di Indonesia, kuis-kuis semacam itu dimatikan dulu," ujarnya.
Lebih lanjut Rudiantara menuturkan, pihaknya juga meminta hasil audit yang dilakukan Facebook terhadap aplikasi di platformnya. Dengan demikian, pihaknya dapat mengetahui apakah ada dampak penyalahgunaan data Facebook dari masyarakat Indonesia.
(Dam/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: