Liputan6.com, Jakarta - Rangkaian The NextDev Academy 2018 mengagendakan total 10 hari program in-house training yang dipersembahkan kepada 20 startup finalis The NextDev 2017.
Guna mengingkatkan kualitas para finalis The NextDev 2017, dalam acara in-house training tersebut dihadirkan pembicara kredibel di industri digital serta startup nasional.
Materi-materi yang disampaikan amat bermanfaat, sehingga bahkan ketika usai sesi pemaparan pun narasumber kembali mendapat beragam pertanyaan dari para peserta The NextDev Academy 2018.
Advertisement
Di hari pertama misalnya, Natali Ardianto yang merupakan Co-Founder dan CTO Tiket.com sukses menggugah semangat 60 founder dari 20 startup potensial.
Materi yang dibawakan berjudul "Good and Bad Reasons to become an Entrepreneur” dan ia banyak bercerita tentang perjuangannya dalam membangun startup tenar di tanah air. Misalnya saja, Golfnesia.com, Urbanesia.com dan Tiket.com (yang kini diakuisisi oleh Blibli.com).
Baca Juga
"Jadi bikin produk yang dibutuhkan masyarakat ya, bukan asal keren. Kemudian untuk menyelesaikan masalah kalian, segera lempar produk ke pasar. Saya bikin Tiket.com, hanya dalam tempo tiga bulan. Tapi saat Urbanesia, lebih lama 13 bulan. Maka dari itu, untuk tahap awal jangan bikin banyak fitur. Tapi jangan terjebak pula ini produk kalian, tapi ini produk masyarakat," ujar Natali yang juga menjadi angel investor di beberapa startup.
Bukan hanya itu saja, dalam kesempatan tersebut Natali pun banyak berbagi tips brilian. Misalnya, target pasar produk harus sharp dan lakukan identifikasi customer yang tertarik dengan produk kalian. Ini amat penting untuk memperjelas segmentasi target pasar. Sebagai contoh, Natali memfokuskan Tiket.com menyasar konsumen ibu rumah tangga dan pencari tiket dadakan.
"Dan jangan main perang harga, karena begitu kalian melakukan itu, kemudian ada kompetitor menawarkan harga lebih murah, konsumen yang mencari harga murah pasti pindah ke kompetitor. Jadi cari konsumen yang loyal. Caranya retensi mereka dengan gimmick point seperti di Tiket.com," saran dia.
Mengukur Kemajuan Startup
Kemudian memasuki hari kedua, giliran Sofian Hadiwijaya, Co-Founder Warung Pintar yang memperkuat pengetahuan teknis peserta dalam materi bertajuk "The Only Metric That Matters". Di sini, Sofian membagi pengetahuan soal matriks seperti apa yang diperlukan guna mengukur kemajuan produk startup.
Tujuannya supaya produk makin fokus dan tidak melenceng terlalu jauh. Matriksnya sendiri bisa berupa riset terhadap pembeli/visitor platform, produk, hingga channel pemasaran.
"Matriks itu disusun untuk mengetahui goal startup kita, sehingga arah startup yang dibangun menjadi efektif dan efisien. Apalagi sebagai startup kita memiliki keterbatasan. Dengan membuat matriks, kita bisa mengetahui posisi startup kita di mana, sehingga jika ada tidak pas bisa segera diperbaiki dan kembali fokus," kata pria muda berkaca mata ini saat mengisi agenda in-house training The NextDev Academy 2018.
Sofian menyadari jika banyak startup belum memahami betul pentingnya membuat matriks. Makanya, pria yang sukses berkarier di ranah technopreneur meski tanpa gelar sarjana ini menghimbau agar kamu tak takut salah saat membangun startup.
"Do action, serta tetap kerja keras dan komitmen mengembang startup kalian,” pungkas Sofian yang juga pernah bekerja di Go-Jek.
Hari keempat (18/4) The NextDev Academy 2018, sesi in-house training dihadiri oleh Ahmad Rizqi Meydiarso selaku CTO dan Co-Funder Kata.ai. Rizqi memberikan banyak inspirasi kepada para peserta soal pengembangan satu produk lewat materi bertajuk "Build, Test, Learn, Repeat". Dalam kesempatan tersebut, ia banyak berinteraksi dengan peserta demi menggali kemajuan mereka serta hambatan yang harus dihadapi.
Advertisement
Startup Bersifat Uncertain
Baginya, pengembangan produk harus dilakukan lebih cepat dan adaptif karena karakter startup itu bersifat uncertain atau serba tidak pasti. Karakter tersebut muncul lantaran startup memiliki sumber daya yang sangat terbatas .
Maka dari itu, dia menyarankan untuk melakukan beberapa metodologi pengukuran perkembangan startup, seperti salah satunya Minimum Viable Product (MVP).
"MVP bisa digunakan untuk memvalidasi asumsi-asumsi kita karena ada feedback dari pengguna. Setelah itu, kita melakukan improvement produk yang ujungnya akan meningkatkan revenue atau pengguna," terangnya.
Rizqi mengambil contoh startup Karapan asal Surabaya yang mengalami kendala edukasi kepada peternak di daerah untuk menggunakan aplikasinya. Maka dari itu, ia menyarankan agar Karapan mengubah asumsinya dan lebih fokus ke mitra investor ketimbang mitra peternak.
Membuat asumsi tepat seperti ini sangat penting di mata Rizqi. Sebab baginya tiap startup selalu punya dua kondisi mutlak: berhasil atau gagal!
Reporter: Dwi Ariyani
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini