Sukses

Google Tolak Kecerdasan Buatan Jadi Senjata Militer

Google menegaskan penolakannya memakai kecerdasan buatan untuk persenjataan militer.

Liputan6.com, Jakarta - Google secara resmi menolak pengembangan Artificial Intelligence (Kecerdasan Buatan, AI) untuk berbagai keperluan militer.

Dilansir blog Google, Selasa (12/8/2018), CEO Google Sundar Pichai menegaskan perusahaan yang dipimpinnya tidak akan mengejar fokus di dunia militer.

"Cara kecerdasan buatan dikembangkan dan digunakan akan memiliki dampak signifikan pada masyarakat di hari-hari mendatang," tulis Pichai dalam blognya.

Ia pun menerangkan, penerapan kecerdasan buatan Google tidak akan menjurus pada teknologi yang bisa menyebabkan orang terluka.

Tak hanya menyebabkan kerusakan langsung, Pichai juga tidak mau teknologi kecerdasan buatan Google dipakai untuk tindakan pengintaian yang melanggar norma-norma internasional, serta melawan hak asasi manusia.

Google juga menekankan pentingnya mengembangkan kecerdasan buatan demi keuntungan yang menguntungkan masyarakat luas, dan supaya lebih banyak orang-orang yang mengembangkan kecerdasan buatan untuk tujuan mulia tersebut.

Meski menolak kecerdasan buatan dipakai untuk kerusakan, pihak Google tetap berminat bekerja untuk militer dan pemerintah di area-area lain, seperti keamanan siber, pelatihan, rekrutmen militer, dan seputar keselamatan dan kesehatan.

2 dari 3 halaman

Prinsip Google dalam Pengembangan Kecerdasan Buatan

Masih dalam blog-nya, Sundar Pichai merumuskan tujuh prinsip Google dalam pengembangan kecerdasan buatan.

Google menyebut kecerdasan buatan yang mereka kembangkan harus bisa memberikan keuntungan bagi masyarakat luas.

Beberapa sektor yang Google sebutkan adalah pelayanan kesehatan, keamanan energi, transportasi, manufaktur, dan hiburan.

Tidak hanya untuk kepentingan bisnis, Google akan terus melakukan evaluasi agar penggunaan kecerdasan buatan tidak sebatas perkara komersial.

Dalam perkembangan AI, Google akan berupaya melakukannya seaman mungkin dan memberikan jalan bagi masyarakat untuk memberikan timbal balik.

Bidang pendidikan juga disorot oleh Google. Lewat kekuatan kecerdasan buatan, cabang ilmu seperti biologi, kimia, pengobatan, dan ilmu lingkungan dijadikan prioritas untuk dikembangkan. 

3 dari 3 halaman

Pegawai Sempat Protes

Sebelumnya, ribuan karyawan mengirimkan surat permohonan ke  Sundar Pichai untuk menghentikan dukungan teknologi AI untuk kepentingan militer.

Dukungan AI yang dimaksud adalah pengembangan teknologi AI Google untuk meningkatkan akurasi serangan militer lewat drone.

"Kami percaya Google tidak perlu masuk pada bisnis yang berkaitan dengan perang," demikian bunyi salinan surat permohonan yang ditandatangani oleh karyawan perusahaan, sebagaimana dikutip Tekno Liputan6.com dari Business Insider.

Para karyawan yang tanda tangan merupakan perwakilan dari karyawan Alphabet yang mencapai 70 ribu orang.

Mereka menuntut Google menarik diri dari Project Maven. Proyek ini merupakan pilot program dari Pentagon. Karyawan pun meminta agar perusahaannya tidak akan pernah lagi mengembangkan teknologi yang bisa dimanfaatkan untuk peperangan.

Juru bicara Google dalam keterangannya menyebut, "Kami tahu banyak pertanyaan terkait dengan teknologi baru ini, sehingga dengan adanya obrolan bersama karyawan dan ahli dari luar ini sangat penting dan bermanfaat."

Sekadar diketahui, bulan lalu Google mengagetkan banyak pihak baik di dalam maupun luar perusahaan saat mengkonfirmasi pihaknya menyediakan teknologi AI untuk militer AS.

Berdasarkan keterangan para ahli, teknologi AI ini bisa digunakan untuk menarget lokasi serangan dengan lebih jitu.

(Tom/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini