Sukses

Viral Pesan Suhu Bumi Jadi Dingin, Ini Penjelasan LAPAN

Ketua LAPAN Thomas Djamaluddin menegaskan suhu dingin yang terasa di Jawa tidak ada hubungannya dengan aphelion.

Liputan6.com, Jakarta - Beredar pesan di grup-grup obrolan yang menyebut, suhu Bumi berubah menjadi dingin dalam beberapa hari terakhir. Dalam pesan tersebut, disebutkan suhu Bumi menjadi lebih rendah lantaran Bumi sedang berada di titik aphelion.

Dalam pesan yang banyak beredar itu juga dituliskan, aphelion merupakan jarak terjauh yang dicapai Bumi dalam orbitnya mengelilingi matahari. Gara-gara aphelion, suhu Bumi menjadi lebih dingin dan mencapai titik minimumnya.

Pesan viral tersebut pun dipertanyakan kebenarannya dan mendapat tanggapan dari Ketua Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin.

Dalam akun Facebook-nya, Thomas menjawab, suhu udara dipengaruhi oleh distribusi panas di Bumi akibat perubahan tahunan posisi matahari.

Thomas menjelaskan, saat ini matahari berada di belahan utara, sehingga belahan selatan mengalami musim dingin. Selain itu, tekanan udara di belahan selatan juga lebih tinggi daripada belahan utara.

Akibatnya, angin bertiup dari selatan ke utara. Angin ini pula yang mendorong awan menjauh ke utara, sehingga di Indonesia mengalami musim kemarau.

"Di Indonesia, pada musim kemarau saat ini angin bertiup dari arah Australia yang sedang musim dingin. Itu sebabnya masyarakat di Jawa pada saat ini mengalami udara yang dingin," kata Thomas.

Dia juga menegaskan, suhu dingin yang terasa di Jawa tidak ada hubungannya dengan aphelion.

"Tidak ada hubungannya dengan aphelion karena perubahan jarak matahari ke Bumi tidak terlalu signifikan pengaruhi suhu permukaan Bumi," kata Thomas.

2 dari 3 halaman

Penjelasan dari BKMG

Senada, Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Mulyono R Prabowo pun mengatakan, aphelion tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap suhu Bumi yang menjadi dingin.

Dalam penjelasannya, Mulyono mengatakan, aphelion merupakan fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada bulan Juli. Pada waktu yang sama, secara umum wilayah Indonesia berada periode musim kemarau.

"Hal ini menyebabkan seolah aphelion memiliki dampak yang ekstrem terhadap penurunan suhu di Indonesia. Padahal pada faktanya, penurunan suhu di bulan Juli belakangan ini lebih dominan disebabkan karena dalam beberapa hari terakhir di wilayah Indonesia, khususnya Jawa, Bali, NTB, dan NTT kandungan uap di atmosfer cukup sedikit," katanya.

Dia menjelaskan, secara fisis, uap air dan air merupakan zat yang cukup efektif dalam menyimpan energi panas.

Sehingga, rendahnya kandungan uap di atmosfer ini menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi ke luar angkasa pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer dan energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu atmosfer di atmosfer lapisan dekat permukaan bumi tidak signifikan.

"Hal inilah yang menyebabkan suhu udara di Indonesia saat malam hari di musim kemarau relatif lebih rendah dibandingkan saat musim hujan atau peralihan," katanya.

Kondisi ini, kata Mulyono, bertolak belakang dengan kondisi saat musim hujan atau peralihan dimana kandungan uap air di atmosfer cukup banyak, sehingga atmosfer menjadi semacam "reservoir panas" saat malam hari.

Selain itu, menurut Mulyono, pada bulan Juli ini wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. Sifat dari massa udara yang berada di Australia ini dingin dan kering.

"Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia semakin signifikan sehingga berimplikasi pada penurunan suhu udara yang cukup signifikan pada malam hari di wilayah Indonesia khususnya Jawa, Bali, NTB, dan NTT," katanya.

3 dari 3 halaman

Aphelion Tak Pengaruhi Suhu Bumi

Berdasarkan pengamatan BMKG di seluruh wilayah Indonesia selama 1 hingga 5 Juli 2018, suhu udara kurang dari 15 derajat Celcius tercatat di beberapa wilayah yang seluruhnya memang berada di dataran tinggi atau kaki gunung.

Misalnya di Frans Sales Lega (NTT), Wamena (Papua), dan Tretes (Pasuruan), dimana suhu terendah tercatat di Frans Sales Lega (NTT) dengan nilai 12 derajat Celcius pada tanggal 4 Juli 2018.

Sementara itu untuk wilayah lain di Indonesia selisih suhu terendah selama awal Juli 2018 ini terhadap suhu terendah rata-rata selama 30 hari terakhir ini tidak begitu besar.

"Hal ini menunjukkan bahwa fenomena aphelion memiliki pengaruh yang kurang signifikan terhadap penurunan suhu di Indonesia," ujarnya.

Untuk itu, Mulyono meminta agar masyarakat tidak khawatir secara berlebihan terhadap informasi yang menyatakan bahwa akan terjadi penurunan suhu ekstrem di Indonesia akibat dari aphelion.

(Tin/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: