Sukses

Hoaks Picu Pembunuhan, India Ancam Seret WhatsApp ke Pengadilan

Pemerintah India mengancam akan mengambil tindakan hukum terhadap WhatsApp, setelah sejumlah orang dihukun mati tanpa peradilan (lynching) yang dipicu hoaks di layanan tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah India mengancam akan mengambil tindakan hukum terhadap WhatsApp, setelah sejumlah orang dibunuh tanpa proses peradilan (lynching) disebabkan hoaks dan disinformasi viral di aplikasi tersebut. Dalam dua bulan terakhir, terjadi 20 lynching karena hoaks dan misinformasi.

Dikutip dari Business Insider, Jumat (20/7/2018), AFP melaporkan pemerintah India telah mengumumkan peringatan tersebut. Kementerian teknologi dan informasi setempat menyampaikan pernyataan terkait hal tersebut pada Kamis (19/7/2018).

"Sirkulasi merajalela dari pesan yang tidak bertangungjawab dalam jumlah besar di platform mereka, belum ditangani dengan baik oleh WhatsApp. Ketika berbagai rumor dan berita palsu dipropagandakan oleh orang-orang tak bertanggung jawab, maka medium yang digunakan tidak bisa bebas dari tanggung jawab," demikian pernyataan pemerintah India dalam keterangan resminya.

Oleh sebab itu, pemerintah India meminta WhatsApp untuk bertanggung jawab jika tidak ingin menghadapi tuntutan hukum.

"Jika WhatsApp tetap menjadi penonton bisu, maka mereka besar kemungkinan diperlakukan sebagai kaki tangan kejahatan dan akan menghadapi konsekuensi tindakan hukum," jelas pemerintah India.

WhatsApp tengah menjadi sorotan selama beberapa bulan terakhir terkait peredaran hoaks dan disinformasi yang ada di layanannya. Mirisnya, hoaks tersebut menyulut kekerasan massa dan kadang berujung mematikan.

2 dari 3 halaman

Hoaks Penculikan Anak

Menurut laporan The Guardian, setidaknya 20 lynching terjadi dalam dua bulan terakhir disebabkan tuduhan penculikan anak yang tersebar di WhatsApp. Lynching adalah pembunuhan di luar proses peradilan, yang direncanakan terlebih dahulu oleh suatu kelompok

WhatsApp merupakan aplikasi pesan terenkripsi end-to-end untuk keamanan, yang artinya perusahaan tidak bisa memantau pesan para penggunannya, berbeda dengan Facebook Messenger.

Untuk mengatasi hal tersebut, perusahaan mengambil beberapa langkah, termasuk memberitahu pengguna jika mereka menerima jenis pesan yang diteruskan (forward).

Selain itu, layanan milik Facebook ini juga menerbitkan iklan satu halaman surat kabar untuk memperingatkan tentang hoaks.

3 dari 3 halaman

Polisi Tangkap 25 Orang

Kepolisian India menangkap 25 orang setelah seorang pria dibunuh oleh massa dalam kasus lynching, yang disebabkan hoaks penculikan anak di WhatsApp.

Mereka ditangkap pada Minggu (15/7/2018) atas pembunuhan Mohammad Azam (27), yang diserang bersama dua temannya oleh dua ribu orang di distrik Bidar, pada Jumat malam (13/7/2018).

Teman-temannya mengalami luka parah. Insiden penyerangan ini terjadi beberapa hari setelah Facebook menerbitkan iklan di surat kabar India tentang tips membatasi penyebaran informasi palsu di WhatsApp.

Dalam dua bulan terakhir, lebih dari 20 orang menjadi korban lynching di India terkait kasus peredaran hoaks tersebut.

Azam dan teman-temannya diserang ketika menawarkan coklat kepada anak-anak lokal. Tiba-tiba salah satu anak mulai menangis, membuat warga sekitar menganggap mereka sebagai penculik. Kecurigaan ini muncul karena tengah banyak rumor di media sosial tentang penculikan anak di wilayah tersebut.

Mereka awalnya berhasil menyelamatkan diri, tapi kemudian bertemu dengan massa dalam jumlah yang lebih besar. Penduduk setempat memberikan peringatan tentang ketiganya ke desa-desa terdekat melalui WhatsApp. Tiga polisi terluka parah menghadapi massa yang mengamuk selama hampir satu jam.

Sebelumnya, lima orang meninggal dunia di negara bagian Maharasta pada 1 Juli 2018. Massa melihat para korban berbicara dengan seorang anak, memicu dugaan penculikan. 

(Din/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: