Sukses

Divonis 18 Bulan Penjara Karena Protes Volume Azan, Warganet: Bebaskan Meiliana!

Kebanyakan cuitan dari warganet, menyayangkan keputusan pengadilan yang menjatuhkan vonis penjara 18 bulan kepada Meiliana.

Liputan6.com, Jakarta - Meiliana menjadi nama yang paling disorot pada pekan ini. Pasalnya, wanita yang tinggal di Medan, Sumatera Utara tersebut mendapat hukuman penjara 18 bulan karena memprotes volume suara azan yang dianggap terlalu keras.

Untuk informasi, Meilana adalah warga etnis Tionghoa yang beragama Buddha. Karena ia menganggap volume suara azan yang ada di komplek rumahnya terlalu keras, ia langsung dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara.

Hukuman penjara 18 bulan kepada Meiliana sontak menjadi perhatian di Tanah Air. Bahkan, di Twitter nama Meiliana menjadi salah satu trending topic terpopuler Twitter di Indonesia.

Pantauan Tekno Liputan6.com hingga berita ini tayang, kata "Bebaskan Meiliana" kini menduduki peringkat keenam trending topic Twitter Indonesia dengan total lebih dari 5.000 cuitan.

Kebanyakan cuitan dari warganet, menyayangkan keputusan pengadilan yang menjatuhkan vonis penjara 18 bulan kepada Meiliana.

Mereka pun menyerukan kepada pemerintah untuk segera membebaskan Meilana dalam petisi via Change.org.

Tak sedikit pula yang melayangkan dukungan kepada Meiliana untuk bersabar dan bersemangat dalam menjalani cobaan tersebut.

Tanpa berpanjang lebar lagi, mari kita simak kumpulan cuitan warganet kepada Meilana berikut ini.

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

2 dari 3 halaman

Amnesty International Indonesia Menyayangkan

Amnesty International Indonesia mengeluhkan keputusan pengadilan yang menjatuhkan vonis penjara 18 bulan kepada seorang ibu di Medan, Sumatera Utara bernama Meiliana. Meiliana dihukum karena mengeluhkan volume suara azan yang dianggapnya terlalu keras.

"Menghukum seseorang hingga 18 bulan penjara karena sesuatu yang sangat sepele adalah ilustrasi gamblang dari penerapan hukum penodaan agama yang semakin sewenang-wenang dan represif di negara ini," kata Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid dalam siaran persnya yang dikutip dari amnestyindonesia.org, Rabu, (22/8/2018).

Menurut Usman, mengajukan keluhan tentang kebisingan suara seperti yang dilakukan Meiliana bukanlah pelanggaran pidana.

Sebaliknya, ia menilai keputusan pengadilan yang menyatakan Meiliana bersalah dan dijatuhi hukuman penjara adalah pelanggaran kebebasan berekspresi yang mencolok.

"Pengadilan tinggi di Sumatera Utara harus membalikkan ketidakadilan ini dengan membatalkan hukuman Meiliana dan memastikan pembebasannya segera tanpa syarat," pungkas Usman.

3 dari 3 halaman

Menjalani Persidangan di Pengadilan Negeri Medan

Meiliana adalah wanita etnis Tionghoa yang beragama Buddha. Ia menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Medan karena mengeluhkan pengeras suara azan yang dianggapnya terlalu keras.

Kasus yang menjerat Meiliana sebenarnya telah terjadi pada 2016. Saat itu, ia meminta kepada pengurus Masjid di sekitar tempat tinggalnya untuk mengecilkan volume pengeras suara. Ia mengaku terganggu dengan pengeras suara masjid.

Pernyataan Meiliana itu ternyata memicu kemarahan warga dan menyulut kerusuhan yang menyebabkan sekelompok orang membakar serta merusak vihara dan klenteng di Tanjung Balai.

MUI Sumatera Utara kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Meiliana telah melakukan penistaan agama.

Kasus ini memasuki ranah hukum setelah jaksa menetapkan Meiliana sebagai tersangka penistaan agama pada 30 Mei 2018 dan mendakwanya dengan Pasal 156 dan 156a KUHP tentang penistaan agama.

Pada akhir persidangan, majelis hakim sependapat dengan dakwaan jaksa dan menjatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara kepada Meiliana sesuai tuntutan jaksa.

(Jek/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: