Sukses

Begini Jadinya Jika Planet Venus 'Dibakar' Matahari

Perlintasan Venus di depan Matahari memang terbilang sangat jarang, yakni hanya terjadi dua kali setiap 115 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Planet Venus adalah salah satu planet terdekat dengan Bumi. Bahkan, planet kuning tersebut sempat melintasi Bumi dari orbit terdekat pada 2015.

Namun, jauh sebelum Venus mendekati Bumi, planet tersebut rupanya sempat melintasi Matahari. 

Perlintasan Venus di depan Matahari memang terbilang sangat jarang, yakni hanya terjadi dua kali setiap 115 tahun.

Bahkan, transit Venus dapat terjadi delapan tahun kemudian setelah terjadinya transit pertama.

Laman CNET, Rabu (5/9/2018) melaporkan, transit terbaru Venus di Matahari terjadi pada Juni 2012.

SAAN lewat publikasi paper Nature Communications, menjelaskan bagaimana transit tersebut bisa terjadi dengan menggunakan gambar penampakan Venus yang melintasi matahari untuk mengkaji atmosfer planet.

Ini merupakan pertama kalinya Venus melintas di depan Matahari sejak peluncuran Solar Dynamics Observatory pada 2010 dan Jobservatorium surya Hinode JAXA-NASA pada 2006.

Gambar perlintasan Venus di depan Matahari tersebut memiliki resolusi yang begitu tinggi. Tampak seakan-akan planet tersebut hadir di depan matahari dan "terbakar" oleh warnanya yang begitu mencolok. 

Gambar tersebut diyakini dapat mempermudah tim peneliti untuk mempelajari komposisi atmosfer Venus. Serupa dengan Bumi dan Mars, lapisan atmosfer Venus dapat menyerap cahaya yang berbeda.

Venus melintasi Matahari

Matahari memiliki kemampuan untuk memancarkan cahaya di setiap panjang gelombang dari spektrum elektromagnetik.

Hal ini tentunya dapat membuat para ilmuwan mampu menganalisis gambar untuk menentukan filter bagaimana cahaya mampu menembus setiap lapisan atmosfer Venus dan dapat memastikan kandungan molekul dan atom secara akurat.

Tim peneliti berpendapat, ukuran Venus muncul justru untuk menggantikan sebagai cahaya atmosfer.

Dengan mengukur perubahan ukuran Venus di berbagai panjang gelombang yang hadir, tim ilmuwan yang dipimpin Fabio Reale dari University of Palermo di Italia ini mampu menghitung komposisi atmosfer Venus.

Tentunya, informasi itu akan menjadi sangat penting dan mempermudah misi NASA ke Venus.

"Mempelajari lebih lanjut tentang komposisi atmosfer sangatlah penting untuk memahami proses pengereman pesawat luar angkasa ketika mereka hendak memasuki bagian atas atmosfer planet, dan proses tersebut disebut sebagai aerobraking," tutur Reale.

Selain itu, penelitian ini juga memungkinkan tim untuk melihat apakah suasana dapat berubah ketika Matahari terbit dan Matahari terbenam.

Letak Venus yang berada di antara Bumi dan Matahari, kemungkinan tim peneliti hanya dapat melihat sisi malam planet. 

 

 

2 dari 3 halaman

Sumber Energi Venus Ditemukan 2018?

Planet Venus selama dua tahun terakhir memang menjadi salah satu fokus utama para ilmuwan. NASA bahkan telah mengumumkan planet yang identik dengan warna jingga ini menjadi salah satu misi utama yang akan dilaksanakan mulai 2018.

Badan Antariksa Amerika Serikat tersebut sebetulnya juga telah menjabarkan detail misi Venus di gelaran Discovery Program Mission pada awal 2017.

Namun hingga kini, belum banyak informasi yang bisa diungkap dari Venus. NASA bahkan sebelumnya sempat menyatakan bahwa sebetulnya Venus memiliki lingkungan yang 'tak ramah'.

Namun pada 2018, ada sebuah ramalan yang mengungkap bahwa Venus akan kembali diteliti oleh para ilmuwan. Ramalan tersebut memprediksi ilmuwan akan menemukan bentuk energi baru dari Venus pada tahun depan.

Ramalan ini sebetulnya sudah dilontarkan sejak 1996 oleh peramal buta asal Bulgaria, Baba Vanga. Kala itu, Baba Vanga meramal akan ada dua peristiwa besar yang terjadi pada 2018.

Menurut informasi yang dilansir Newsweek pada Selasa (2/1/2018), dua peristiwa penting itu meliputi ramalan soal Tiongkok yang akan menjadi negara adidaya yang menggantikan Amerika Serikat, serta bentuk energi baru yang akan ditemukan ilmuwan dari Venus.

3 dari 3 halaman

Venus Mirip dengan Bumi

Pakar geologi dari Unviersitas Negeri North Carolina, AS, Paul Bryne, menjelaskan bahwa Venus merupakan tempat alami yang menarik untuk dipelajari. Pasalnya, planet tersebut memang memiliki karakteristik yang mirip dengan Bumi.

Ukuran Venus pun mirip dengan Bumi. Soal tingkat kerapatan dan gravitasi juga sama. Sayangnya, peluang Venus untuk bisa dihuni manusia sangat minim. Sebab, atmosfer Venus dianggap berbahaya dan bahkan penuh dengan karbon dioksida.

"Atmosfer Venus tentu berbeda dengan Mars, apalagi Bumi. Tekanan udaranya begitu pekat dan panas. Kalau diibaratkan, atmosfer planet ini bisa menghancurkan kapal selam nuklir," ujar Jonathan Sauder, ilmuan NASA Jet Propulsion Laboratory (JPL), sebagaimana dilansir laman Space.

Sauder juga mengungkap, permukaan Venus memiliki suhu ekstrem. Diketahui, temperatur permukaan planet tersebut bisa mencapai 462 derajat Celsius.

"Tidak akan ada satu pun yang bisa bertahan dalam kondisi ini dalam waktu kurang dari 127 menit. Dan belum pernah ada yang berani mencobanya selama tiga dekade terakhir," tambahnya menerangkan.

NASA sendiri tengah menyiapkan wahana khusus eksplorasi Planet Venus. Meski masih konsep, wahana tersebut berupa rover dengan nama Automaton Rover for Extreme Environments (AREE). Ia diklaim bisa bertahan dalam kondisi suhu ekstrem seperti di Planet Venus.

AREE sendiri adalah wahana yang dibangun dengan dana langsung dari program Innovative Advanced Concepts (NIAC) milik NASA. Misi proyek ini adalah ingin membantu ilmuwan meneliti lingkungan planet dengan suhu ekstrem, di mana salah satunya adalah Venus.

(Jek/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: