Liputan6.com, Jakarta - Jelang pilpres tahun depan, penyebaran berita hoax dari akun-akun haters yang mendukung masing-masing calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dipastikan akan semakin menjamur.
Menyikapi hal tersebut, pakar media sosial Nukman Luthfie mengatakan, pro dan kontra dari masing-masing pendukung capres dan cawapres pasti bakal ramai bermunculan.
Namun, Nukman meyebut, mereka (haters) harus buka mata bagaimana keduanya (Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto) tampak akrab ketika Asian Games 2018.
Advertisement
Baca Juga
Keduanya bahkan sempat berpelukan di area pertandingan final cabang olahraga pencak silat Asian Games 2018 di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia, beberapa hari lalu.Â
"Seperti kompetisi olahraga, Pilpres 2019 nanti pasti bakalan ada yang menang dan ada yang kalah. Jangan khawatir ada perpecahan, toh pak Prabowo dan Jokowi masih memiliki hubungan yang baik dan sering diskusi walau saling berebut posisi," ucapnya melanjutkan.
Selanjutnya, Nukman memberikan beberapa tips bagaimana cara menyikapi haters di media sosial.
"Amannya tidak usah kita hiraukan. Kalau ada yang mem-bully dan menyebarkan hoax tinggal lapor saja di platform terkait (Facebook atau Twitter)," ujarnya kepada Tekno Liputan6.com via sambungan telepon, Selasa (4/9/2018) di Jakarta.Â
Â
Pemicu Munculnya Haters
Dengan semakin banyaknya selebritas dan tokoh ternama (seperti tokoh politik) yang aktif di media sosial, kian banyak pula akun-akun haters bermunculan.
Menjamurnya akun haters di berbagai platform media sosial menjadi fenomena tersendiri di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Ambil contoh ketika pembukaan Asian Games 2018 pada 18 Agustus, di mana Presiden Jokowi tampil apik ketika mengendari motor gede (moge) layaknya di film aksi menuju Stadion Glora Bung Karno (GBK).
Di saat beberapa warga Tanah Air memuji penampilannya, tak sedikit pula orang mencibir aksi tersebut sebagai pencitraan hingga membohongi masyarakat (karena tak mungkin seorang Presiden bisa melakukan hal itu).
"Secara umum media sosial itu tempat orang mencurahkan perasaan, baik senang, sedih, susah dan lain-lain. Ketika perasaan satu orang disampaikan, orang lain akan mengikuti," Nukman menjelaskan.
"Jadi ketika ada orang lain dengan perasaan yang sama nimbrung, lalu menuangkan rasa kekecewaan itu lebih mudah. Terlebih lagi karena ini online, ungkapan rasa kekecewaan pun semakin mudah menyebar," katanya menambahkan.
Ia menyebutkan, ada faktor penentu yang membuat haters makin menjamur di media sosial. Faktor pertama berhubungan dengan ungkapan kebencian kerap menyebar lebih cepat dan lebih kuat karena tidak tatap muka.
Haters juga tidak pernah kumpul atau bertemu secara langsung, sehingga menggunakan media sosial untuk "bertemu". Mereka juga biasanya tidak memakai nama asli, hal ini semakin membuatnya lebih berani dan vokal berujar kebencian.
"Selain menyebarkan seruan kebencian, haters juga sering menyebar berita-berita hoax atau berita palsu. Padahal mereka belum tentu mengerti apa isi berita yang mereka sebar," pungkas Nukman.
(Dam/Isk/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Advertisement