Liputan6.com, Jakarta - Facebook bakal dikenai sanksi jika tak memenuhi aturan Komisi Uni Eropa terkait dengan perlindungan konsumen.
Dikutip Tekno Liputan6.com dari Reuters, Kamis (20/9/2018), saat ini, platform online sedang di bawah tekanan, lantaran dominasi dan praktik bisnis antikompetitif mereka.
Gara-gara praktik bisnis monopoli tersebut, Facebook dan kawan-kawannya terancam sanksi denda yang besar.
Advertisement
Tidak cuma itu, masalah privasi dan kekhawatiran konsumen membuat posisi Facebook kian tertekan.
Baca Juga
Hal ini terjadi tujuh bulan setelah Komisaris Kehakiman Eropa Vera Jourova meminta Facebook dan perusahaan teknologi lainnya untuk mengubah persyaratan layanan mereka, agar sesuai dengan UU Konsumen Uni Eropa. Facebook belum juga mematuhi keinginan Uni Eropa.
"Hanya saja progres yang sifatnya terbatas dan berjalan sangat lambat," kata sumber dekat dengan Uni Eropa yang tak disebut namanya.
Jourova sebelumnya menyuarakan kekhawatiran tentang kewajiban perusahaan dan bagaimana pengguna harus diberitahu tentang penghapusan konten atau pemutusan layanan.
Otoritas perlindungan konsumen di 28 negara yang mendesak perubahan pada tahun lalu, meminta agar mereka diberi kekuatan untuk mendenda perusahaan teknologi yang melanggar peraturan UE.
Facebook sebelumnya mengatakan, pihaknya bekerja dengan pihak berwenang Uni Eropa untuk mengubah ketentuan dan memastikan transparansi yang lebih besar.
Butuh Waktu Lama untuk Benahi Facebook
Sebelumnya, bos Facebook mengatakan butuh waktu cukup panjang untuk membenani jejaring sosial Facebook secara keseluruhan.
Dalam unggahan di akun Facebook-nya, Zuckerberg mengatakan untuk membenahi Facebook diperlukan sebuah proyek yang setidaknya berjalan selama tiga tahun. Bahkan, diperpanjang pada 2019.
Meski begitu, Zuck berharap proyek untuk membenahi Facebook bisa berlangsung dalam jangka waktu lebih cepat.
Selain itu, sebagaimana dikutip The Verge, Minggu (9/9/2018), ia mengatakan akan menuliskan serangkaian uraian tentang cara yang dilakukan untuk mengatasi banyak masalah di Facebook.
Hal ini terjadi setelah CEO Facebook itu menggebrak publik dengan janji terbukanya untuk memperbaiki berbagai masalah di jejaring sosial besutannya.
Bersama Facebook, suami Priscilla Chan ini telah melewati masa-masa sulit menghadapi berbagai hal.
Masalah yang dimaksud mulai dari skandal penyalahgunaan data yang dilakukan Cambridge Analytica hingga peran Facebook turut menyebarkan informasi palsu, hingga dugaan campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016, serta berbagai problematika lainnya.
Advertisement
Pengguna Mulai Tinggalkan Facebook
Kasus penyalahgunaan data oleh Cambridge Analytica ternyata berpengaruh pada pengguna media sosial tersebut. Menurut laporan terbaru, banyak pengguna kini mulai meninggalkan Facebook.
Berdasarkan survei dari Pew Research Center, mayoritas pengguna Facebook di Amerika Serikat dilaporkan memilih untuk rehat dari media sosial itu hingga beberapa minggu selama setahun terakhir.
Dikutip dari The Verge, Sabtu (8/9/2018), sekitar 25 persen responden mengaku sudah menghapus aplikasi Facebook dari perangkatnya.
Adapun survei ini dilakukan pada pengguna Facebook di Amerika Serikat dengan usia 18 tahun ke atas.
Survei diadakan pada 29 Mei hingga 11 Juni, saat kasus skandal Cambridge Analytica baru muncul ke permukaan.
Oleh sebab itu, hasil survei pun menunjukkan banyak pengguna yang memilih meninggalkan Facebook. Keputusan untuk meninggalkan Facebook ini dilaporkan berbeda-dari berdasarkan usia responden.
Semakin tua usia responden, keputusan untuk meninggalkan Facebook ternyata tidak terlalu besar.
Studi juga menunjukkan 44 persen pengguna dengan usia 18 hingga 29 mengaku dirinya memilih untuk menghapus Facebook. Sementara hanya 20 persen dari responden yang berusia 50 hingga 64 tahun melakukaan hal tersebut.
Tidak hanya itu, lebih dari setengah responden mengaku dirinya melakukan pengaturan privasi di Facebook usai temuan skandal penyalahgunaan data oleh Cambridge Analytica.
(Tin/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: