Sukses

Pemerintah Wajibkan Go-Jek dan Grab Hadirkan Panic Button

Seperti diketahui, kejahatan yang melibatkan aplikasi transportasi online kerap terjadi. Di mana korbannya bisa pengemudi atau juga penumpang.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan meminta penyedia transportasi online, Go-Jek dan Grab untuk melengkapi aplikasinya dengan panic button atau tombol darurat. 

Panic button diperlukan untuk memenuhi asas keselamatan baik pengemudi maupun penumpang.

Seperti diketahui, kejahatan yang melibatkan aplikasi transportasi online kerap terjadi. Di mana korbannya bisa pengemudi atau juga penumpang.

"Keselamatan misalnya mungkin ada panic button untuk mobil-mobil yang dipakai itu. Nanti harus ada di aplikasinya," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi saat ditemui di Ancol, Jakarta, Senin (15/10/2018), sebagaimana dikutip Merdeka.

Dirjen Budi menjelaskan, panic button diperuntukkan saat mereka sedang merasa terancam bahaya.

"Panic button ini untuk pengemudi dan penumpang, jadi kalau pengemudinya terancam ya harus nyalakan itu ya kalau penumpangnya terancam dia harus menyalakan tapi by aplikasi," ujarnya.

Dirjen Budi menyatakan hal ini akan segera dibicarakan dengan aplikator dalam waktu dekat. "Tanggal 18 sampai 24 kita akan FGD (Focus Group Discussion)."

Ada kemungkinan panic button akan dimasukkan ke dalam PM 108 Tahun 2017 yang saat ini tengah direvisi usai kalah gugatan di Mahkamah Agung (MA).

Dia berharap, aplikator bisa merealisasikan pengadaan panic button tersebut dalam aplikasinya.

"Panic button ini kan diperlukan, untuk melindungi keselamatan, keamanan, masa ditolak," tutupnya.

2 dari 3 halaman

Kemenhub Tegaskan Tak Akan Buat Aplikasi Transportasi Online

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebelumnya menegaskan tidak ada rencana untuk membuat aplikasi transportasi online.

Pihaknya akan menggodok Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) yang baru guna mengatur masalah transportasi online tersebut.

"Ide awal ada aplikasi plat merah itu sebetulnya digaungkan teman-teman aliansi. Dan masalah utamanya adalah terkait bagaimana penghasilan mereka turun di saat para driver online sudah semakin banyak," tutur Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi di Jakarta, Kamis (20/9/2018).

Budi menekankan, pemerintah dalam hal ini hanya berfungsi sebagai regulator, yakni tidak terkait pada kepentingan operator atau aplikator. "Konsen pemerintah ini hanyalah sebagai regulator, jadi kami tidak mau campur adukan dengan operator," ujar dia.

Sebelumnya beredar kabar jika pemerintah akan menggandeng Telkom untuk membuat aplikasi transportasi online plat merah.

Kata Budi, hal itu hanya proses penjajakan bisnis semata. "Siapapun bisa bekerja sama, baik dari swasta juga. Telkom atau swasta yang tertarik silahkan. Jadi kalau ada badan usaha yang mau kerjasama dengan alinasi silahkan, lihat prospek bisnisnya. Tapi harus ikuti aturan kami," ungkap dia.

Oleh karena itu, Budi menjelaskan, akan ada Permenhub baru yang dikeluarkan sebagai kelanjutan PM 108 itu. Ini melibatkan aliansi atau organisasi yang mengerti seputar transportasi online.

"Kita sudah bicara dengan mitra itu dan kami diberi waktu oleh Mahkamah Agung (MA) sebanyak 90 hari untuk mengeluarkan permen ini. Kami akan bekerja secara simultan untuk itu," kata Budi.

Sementara itu, terkait Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, Budi mengungkapkan ada beberapa pasal yang memang diterima dan juga ditolak oleh MA.

"Jadi permen 108 ini ada beberapa pasal yang diterima dan ditolak oleh MA. Yang diterima ini harus mencakup 4 poin yakni masalah tarif batas bawah dan atas, pembatasan wilayah operasi, batas kuota masing-masing di provinsi dan juga menyangkut masalah penandaan didalam plat itu," tutup dia.

3 dari 3 halaman

Grab Masih Kaji Putusan MA Cabut Permen Soal Transportasi Online

Beberapa waktu lalu, Mahkamah Agung telah mencabut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 tahun 2017 tentang Operasional Angkutan Sewa Khusus atau Transportasi Online.

Oleh sebab itu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, menyatakan akan kembali merevisi Peraturan Menteri (Permen) tersebut.

Menanggapi putusan itu, Grab sebagai salah satu pelaku transportasi online masih mengkaji putusan lebih lanjut. Hal tersebut dituturkan langsung oleh Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Karmadibrata.

"Kami mohon waktu untuk mempelajari putusan tersebut karena sebenarnya ada beberapa artikel yang diputuskan oleh MA dan kami masih mengamati perkembangannya," tutur Ridzki saat ditemui di kantor Grab di Jakarta, Selasa (18/9/2018).

Menurut Ridzki, pihaknya masih ingin mengetahui arahan lebih lanjut dari Kementerian Perhubungan mengingat kementerian tersebut merupakan pelaksana aturan.

"Kami juga melihat sebenarnya tidak ada kekosongan hukum. Putusan MA tidak mencabut PM 108 tapi beberapa artikel. Artinya, payung hukumnya masih ada, yakni 108," ujar Ridzki lebih lanjut.

Dengan kata lain, menurut Ridzki, pemerintah sebenarnya masih mengakui ride hailing alias angkutan sewa khusus sebagai bentuk usaha yang diakui.

"Apapun yang diputuskan adalah untuk keputusan bersama dan kami menghormati apa yang menjadi keputusan pemerintah nantinya," tuturnya menutup pembicaraan.

Untuk informasi, MA baru saja mencabut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 tahun 2017 tentang Operasional Angkutan Sewa Khusus atau Transportasi Online.

"Permenhub 108 begitu kemarin ada putusan MA, saya sebenarnya sudah menyusun peraturan menteri perhubungan yang baru tapi masih draft sifatnya," tutur Budi.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

(Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: