Liputan6.com, Jakarta - Entah bisa disebut bahaya atau tidak, kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI) diprediksi bakal bisa lebih cerdas jutaan kali daripada manusia di masa depan.
Hal tersebut diyakini oleh pakar kecerdasan buatan Ian Person. Karena itulah, manusia harus melakukan sesuatu demi bisa bertahan.
“Jadi, kita harus melakukan sesuatu untuk memastikan bahwa kita memiliki beberapa cara untuk bertahan,” ujar Pearson, seperti dikutip Dream via CNBC, Kamis (18/10/2018).
Advertisement
Baca Juga
Pearson mengatakan, ada cara yang bisa digunakan manusia agar tak terlindas oleh kemajuan kecerdasan buatan.
Cara tersebut, bisa dilakukan dengan menggabungkan otaknya dengan kecerdasan buatan. Ini akan membuat kecerdasan yang dimiliki manusia jadi setara.
“Saya tidak menjamin ini akan aman. Seperti Elon Musk (CEO Tesla dan SpaceX) yang mengembangkan komputer superhumans sampai kita bisa terhubung langsung dengan otak manusia,” terang dia.
Sekadar informasi, pada World Government Summit yang diadakan tahun lalu, Elon Musk mewanti-wanti manusia agar menggabungkan otaknya dengan kecerdasan buatan agar mampu menghasilkan teknologi superpower.
“Saya melihat kita akan bisa melihat kemungkinan untuk merger kecerdasan alami dengan kecerdasan digital. Ini berkaitan dengan kecepatan koneksi antara otak dengan tubuh versi digital,” kata dia waktu itu.
Kecerdasan Buatan Bisa Deteksi Kanker Payudara Lebih Akurat dari Dokter
Teknologi kecerdasan buatan juga telah merambah industri kesehatan selama dua tahun terakhir.
Google, dalam hal ini, menjadi salah satu perusahaan yang begitu agresif mengembangkannya.
Salah satu terobosan terbaru kecerdasan buatan dari Google adalah kemampuannya yang bisa mendeteksi kanker payudara.
Berbekal tool deep learning, kemampuan kecerdasan buatan besutan raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) ini dalam mendeteksi kanker payudara, bahkan diklaim lebih akurat ketimbang dokter.
Dilansir Geek, Kamis (18/10/2018), tool bernama Lymph Node Assistant (LYNA) tersebut, sudah dilatih untuk bisa menerka karakteristik metastatis kanker.
Metastasis sendiri adalah penyebaran kanker dari suatu organ tubuh ke organ tubuh lain, seperti otak, tulang, paru-paru, atau juga hati. Pada kenyataannya, mendeteksi kondisi metastasis sendiri dibilang cukup sulit.
Namun dengan kecerdasan buatan LYNA yang juga dikembangkan oleh peneliti di Naval Medical Center San Diego AS, kesulitan proses deteksi kanker bisa berkurang hingga 40 persen.
Secara teknis, LYNA berbasis model image recognition dari TensorFlow milik Google. Tool ini sebetulnya dirancang untuk membantu dokter menganalisa dan mencari penyebab kanker, bukan ditugaskan untuk bekerja sendiri.
"Kami sudah melihat benefit potensial dari LYNA, ia bisa membantu sejumlah hal bagi para ahli patologi untuk bisa meninjau dan memutuskan diagnosis akhir," ujar pimpinan teknis kecerdasan buatan Google, Martin Stumpe dalam keterangannya.
Ke depannya, LYNA akan diuji coba untuk digunakan ahli patologi dalam mendeteksi kanker di sejumlah rumah sakit.
Jika benar membantu, bukan tidak mungkin tool ini bisa menjadi tool bawaan yang dapat dimanfaatkan dokter dan ahli patologi dalam membantu pasiennya untuk sembuh dari kanker.
Advertisement
Bisa Deteksi Penyakit Jantung
Sebelumnya kecerdasan buatan bisa mendeteksi beberapa penyakit, mulai dari gejala diabetes hingga alzheimer, kini teknologi tersebut siap mendeteksi penyakit dalam yang skalanya lebih berat, seperti jantung.
Adalah ilmuwan dari rumah sakit John Radcliffe, Oxford, Inggris, yang belum lama ini memantapkan teknologi kecerdasan buatan untuk mendeteksi penyakit jantung dan paru-paru.
Jika ke depannya teknologi kecerdasan buatanbisa bekerja lebih baik, mereka optimistis teknologi dapat menghemat miliaran Poundsterling (triliunan Rupiah) yang dikeluarkan sebagai biaya diagnosis konvensional untuk kedua penyakit tersebut.
Pada pertengahan 2018, The National Health Service (NHS) atau Layanan Kesehatan Nasional Inggris juga akan mendapatkan mesin khusus berbasis kecerdasan buatan untuk mendiagnosis penyakit jantung dan kanker. Para pasien juga bisa memeriksa kondisinya secara gratis dengan mesin tersebut.
Kepala NHS Sir John Bell, menyambut positif kehadiran mesin tersebut. Pasalnya, layanan patologi (deteksi penyakit dalam) untuk jantung dan kanker menguras dana besar.
Per tahun saja, ambil contoh, pihaknya harus menggelontorkan dana sebesar 2,2 miliar Poundsterling (setara dengan Rp 39,6 triliun) per tahun.
"Kehadiran mesin tersebut tentu bisa memangkas pengeluaran hingga 50 persen (hampir Rp 20 triliun) per tahun. Ini tentu bisa menyelamatkan kondisi finansial NHS," ujar Bell sebagaimana dikutip BBC, Kamis (4/1/2018).
Reporter: Dream
Sumber: Dream.co.id
(Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: