Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Infromatika (Kemkominfo) akan menggelar pertemuan dengan sejumlah pemangku kepentingan untuk membahas revisi Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik, pada Rabu (7/11/2018) besok.
Pertemuan ini akan dihadiri oleh sejumlah pejabat Kemkominfo, universitas, dan asosiasi terkait.
Ketua DPA Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Betti Alisjahbana, mengatakan bahwa Mastel dan sejumlah pemangku kepentingan lain, termasuk Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI), dan Ikatan Konsultan Teknologi Informasi (IKTI) akan menghadiri pertemuan tersebut.
Advertisement
Baca Juga
“Ya, besok memang ada pertemuan dengan Kemkominfo soal revisi PP 82 ini dan Mastel merupakan salah satu yang diundang. Pertemuannya besok sekitar pukul 17.30 WIB,” kata Betti saat ditemui dalam konferensi pers soal revisi PP 82/2012 di kawasan Jakarta, Selasa (6/11/2018).
Diungkapkannya, Mastel besok akan menyampaikan desakannya agar pemerintah menunda revisi PP 82 tersebut. Revisi itu dianggap sebagai bentuk relaksasi terhadap keharusan lokalisasi data yang dapat berdampak sistemik, termasuk para perlindungan data warga Indonesia dan pertumbuhan bisnis.
Indonesia dinilai seharusnya memiliki Undang-Undang soal perlindungan data sebelum melakukan relaksasi terhadap keharusan lokalisasi data.
Mastel dan sejumlah pemangku kepentingan lain keberatan dengan perubahan salah satu isi PP yang menyebutkan hanya data yang dianggap strategis harus berada di Indonesia.
Indonesia Harus Punya UU PDP
Di sisi lain, pengelolaan, pemrosesan, dan penyimpanan data elektronik tinggi dan rendah dapat dilakukan di luar wilayah Indonesia dengan persyaratan. Ketentuan teknisnya nanti diatur oleh sektor-sektor terkait.
Ketua Umum Mastel, Kristiono, mengatakan bahwa idealnya, Indonesia harus memiliki UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) sebelum memutuskan merevisi PP tersebut.
Jika tidak, dikhawatirkam akan ada berbagai perbedaan pemaham soal klasifikasi data berisiko tinggi dan rendah di berbagai sektor.
“Data itu sangat penting, atau bisa dikatakan data is the new oil. Oleh sebab itu, jangan ada relaksasi tanpa ada UU yang melindungi data itu. Apalagi, UU PDP juga sudah masuk Prolegnas (Program Legislasi) 2019 di DPR,” tutur Kristiono dalam acara yang sama.
Ketentuan teknis soal data elektronik tinggi dan rendah yang nanti diserahkan ke sektor-sektor terkait dikhawatirkan akan memunculkan pemahamam berbeda.
Akan sangat berisiko jika pemahamam soal data berbeda, sehingga bentuk relaksasi regulasi semacam ini dinilai akan berdampak sistematik, termasuk terhadap pertumbuhan industri nasional, perlindungan data, dampak sosial ekonomi dan berbagai hal lainnya.
Kristiono pun menekankan ada baiknya data Indonesia tetap berada di dalam negeri, tidak hanya yang strategis saja. Setidaknya hal itu dilakukan sampai UU PDP ada.
“Kebijakan dan regulasi mengenai hal ini memiliki dampak luas, tidak hanya soal lokalisasi data, tapi juga berkaitan dengan kepemilikan data, hak untuk mengakses data, kendali atas data, dan pemanfaatannya untuk kepentingan nasional,” jelas Kristiono.
(Din/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Advertisement