Sukses

Bagaimana Nasib Pelanggan First Media dan Bolt?

Jika SK pencabutan izin frekuensi PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Internux (penyelenggaran layanan bolt) telah ditandatangani para pejabat terkait, maka perusahaan wajib menghentikan layanannya.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) akan segera mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pencabutan izin frekuensi radio 2,3GHz tiga penyelenggara Broadband Wireless Access (BWA). Dua di antaranya PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Internux (penyelenggaran layanan bolt).

Jika SK telah ditandatangani para pejabat terkait, maka ketiga perusahaan wajib menghentikan layanannya pada hari ini, Senin (19/11/2018). Lalu, bagaimana nasib pelanggan?

Sekjen Kajian Telekomunikasi di ITB, Ridwan Effendi, berpendapat pelanggan bisa dialihkan ke layanan kabel.

"Mereka (PT First Media Tbk dan PT Internux) juga kan punya layanan kabel, jadi seharusnya pelanggan bisa dialihkan ke sana," kata Ridwan kepada Tekno Liputan6.com via pesan singkat.

Akan tetapi, Ridwan menambahkan, layanan kabel ada keterbatasan. Pun demikian, izin awal Broadband Wireless Access (BWA) 2,3 GHz itu pertama kali keluar adalah untuk layanan fixed broadband dengan netral teknologi.

"Artinya untuk kepentingan fixed, tapi boleh dengan teknologi apa saja. Boleh pakai Wimax atau Time Division Duplex-Long Term Evolution (TDD-LTE)," ucapnya menambahkan.

Ridwan memaparkan, PT First Media Tbk pertama kali memakai teknologi kabel, kemudian ikut lelang frekuensi 2,3 GHz dan menang. Jadi, selain kabel, mereka boleh beroperasi dengan gelombang radio 2,3 Ghz.

"Kalau izin frekuensinya dicabut, artinya mereka tinggal punya media kabel seperti semula. Izin frekuensi 2,3 GHz pertama kali lahir adalah untuk kepentingan fixed broadband, bukan untuk mobile broadband, tetapi teknologi TDD-LTE memungkinkan digunakan untuk mobile," ujar mantan anggota BRTI tersebut.

2 dari 3 halaman

Bukan TV Kabel dan Fiber Optic, Ini Layanan First Media yang Dicabut

Simpang siur mengenai dicabutnya izin frekuensi PT. First Media Tbk. dipastikan tidak akan berdampak pada layanan dari merek dagang 'First Media' yang doperasikan PT Link Net Tbk.

Alasannya, dalam keterangan resmi yang diterima Tekno.Liputan6.com, Senin (19/11/2018), keduanya merupakan entitas bisnis yang berbeda.

PT First Media Tbk. merupakan penyelenggara jaringan telekomunikasi, yang memiliki izin penyelenggaran jaringan lokal berbasis packet switched baik melalui kabel dan pita frekuensi 2.3GHz.

Sementara layanan First Media yang dioperasikan PT Link Net merupakan layanan TV kabel dan fixed broadband cable internet berbasis kabel menggunakan Hybrid Fiber Coaxial (HFC).

Jadi, pencabutan izin frekuensi pada PT First Media tidak akan berdampak pada layanan 'First Media' yang berbasis kabel koaksial dan fiber optic sebagai medium penghantar.

Sebelumnya, gugatan hukum yang dilayangkan PT. First Media Tbk pada Direktur Operasi Sumber Daya Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika; dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Dalam gugatan tersebut, PT First Media Tbk meminta agar ada penundaan pelaksanaan pembayaran Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi radio yang akan jatuh tempo pada 17 November.

Gugatan itu meminta penundaan segala tindakan atau paksaan yang dapat dilakukan tergugat dalam penagihan pembayaran BHP frekuensi radio sebagai akibat hukumnya.

3 dari 3 halaman

Siang Ini, Kemkominfo Keluarkan SK Pencabutan Izin Frekuensi First Media dan Bolt

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) berencana mengeluarkan surat keputusan (SK) pencabutan izin frekuensi PT First Media Tbk dan PT Internux (selaku operator penyedia layanan internet 4G Bolt).

Hal ini disampaikan langsung oleh Plt Kepala Humas Kemkominfo, Ferdinandus Setu, kepada Tekno Liputan6.com.

"SK pencabutan izin frekuensi First Media dan Bolt sedang dalam proses paraf pejabat. Akan segera kami keluarkan siang ini," kata pria yang akrab disapa Nando tersebut, Senin (19/11/2018), melalui pesan singkat.

Tidak hanya First Media dan Bolt, Kemkominfo juga akan mencabut izin penggunaan pita frekuensi 2.3GHz yang dimiliki oleh PT Jasnita Telekomindo, perusahaan yang diketahui didirikan oleh Dirjen Aplikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan.

Pencabutan izin penggunaan pita frekuensi dilakukan lantaran ketiga perusahaan tersebut belum melunasi utang Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi 2.3GHz hingga akhir masa tenggat waktu pembayaran, yakni 17 November 2018.

Sebelumnya, Nando mengungkap, hingga batas akhir, Sabtu, 17 November 2018 pukul 23.59, ketiga operator tidak melakukan pelunasan utang BHP frekuensi.

(Dam/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Video Terkini