Sukses

Startup Asia Tenggara Kian Menarik di Mata Investor

Suntikan dana untuk perusahaan digital atau startup, terus mengalami pertumbuhan dalam empat tahun terakhir.

Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan ekonomi digital yang sedang terjadi saat ini membuka peluang baik untuk mendirikan startup dan mengembangkan bisnis di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Google dan Temasek dalam penelitian bertajuk e-Conomy SEA 2018: Southeaset Asia's Internet Economy Reaches an Inflection Point, menyatakan suntikan dana untuk perusahaan digital atau startup, terus mengalami pertumbuhan dalam empat tahun terakhir.

Berdasarkan hasil riset, pendanaan ekonomi digital di Asia Tenggara pada 2015 hanya sebesar US$ 1 miliar. Jumlahnya terus tumbuh menjadi US$ 4,7 miliar pada 2016, dan US$ 9,4 miliar pada tahun lalu.

Kemudian, selama semester I 2018 tercatat sebanyak US$ 9,1 miliar suntikan dana untuk perusahaan digital. Jumlahnya lebih besar dibandingkan periode yang sama pada 2017 yakni US$ 3,6 miliar.

"Pendanaan adalah hal yang penting, tidak hanya untuk ekonomi digital saja. Sejauh ini, pendanaan di ekonomi digital (di Asia Tenggara) cukup bagus, dan berjalan dengan baik untuk mencapai target ekonomi digital pada 2025," ungkap Head of Strategy & Insight Google, Semuele Saini saat ditemui di kantor Google, Selasa (27/11/2018).

Selama empat tahun terakhir, sebanyak US$ 24 miliar sudah dikucurkan oleh berbagai investor untuk perusahaan digital di Asia Tenggara. Dibutuhkan investasi sebesar US$ 40-US$ 50 miliar untuk bisa membangun ekonomi digital senilai lebih dari US$ 200 miliar pada 2025.

2 dari 3 halaman

Unicorn Kuasai Suntikan Investasi

Dari total US$ 24 miliar investasi, kurang dari empat tahun terakhir, sebagian besar diperuntukkan bagi sembilan perusahaan digital atau startup bergelar unicorn yakni BukaLapak, Lazada, Go-Jek, Razer, Grab, Sea Group, Tokopedia, Traveloka, dan NVG. Total, keseluruhan unicorn itu mendapatkan US$ 16 miliar.

"Grab mendapatkan porsi paling besar, dan merupakan decacorn (startup dengan valuasi lebih dari US$ 10 miliar) pertama di Asia Tenggara," kata Semuele.

Perusahaaan e-Commerce, media online, online travel, dan ride hailing di Asia Tenggara menerima investasi senilai hampir US$ 20 miliar sejak 2016, atau lebih dari 80 persen total pendanaan untuk perusahaan digital. Keempatnya kian menegaskan posisinya sebagai sektor pendorong ekonomi digital di Asia Tenggara.

Pada semester I 2018 saja, layanan ride hailing seperti Go-Jek dan Grab menerima pendanaan sebesar US$ 4,5 miliar. Kedua layanan transportasi online tersebut menguasai lebih dari US$ 10 miliar investasi dalam tiga tahun terakhir.

Layanan ride hailing memanfaakan kucuran dana tersebut untuk mengembangkan bisnis transportasi online, pengiriman makanan, dan pembayaran digital melalui akuisisi dan kerja sama untuk menjadi "everyday apps" di Asia Tenggara.

Kemudian pendanaan untuk e-Commerce pada semester I 2018 sebesar US$ 2,7 miliar, online travel US$ 0,2 miliar, dan media online US$ 0,5 miliar. Online media dalam penelitian ini mencakup iklan online, gim, layanan musik, dan video.

 

3 dari 3 halaman

Investasi di Indonesia

Perkembangan perusahaan digital di Indonesia pun selaras dengan yang terjadi di Asia Tenggara. Bahkan, empat dari sembilan unicorn yang mendominasi total pendanaan sejak 2015 berasal dari Indonesia, yakni BukaLapak, Go-Jek, Tokopedia, dan Traveloka.

Sebanyak US$ 6 miliar investasi mengalir di Indonesia untuk startup sejak 2016. Per semester I 2018, nilainya US$ 1,8 miliar.

Selain itu, sebanyak 500 kesepakatan tercapai sejak 2016 dengan rata-rata investasi US$ 5 juta. Pada tahun ini, tercatat sebanyak 154 kesepakatan investasi di Indonesia.

Google melihat perkembangan digital yang terjadi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik, termasuk dengan mendirikan startup digital.

"Melihat banyaknya investas yang masuk, inilah saatnya untuk mendirikan startup termasuk di Indonesia," tutur Semuele.

(Din/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: