Liputan6.com, Ubud - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) masih menunda pencabutan izin frekuensi PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Internux (Bolt) demi pelanggan.
Kendati demikian, pemerintah menegaskan tidak mengubah kebijakan terkait tunggakan Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi 2,3Ghz kedua perusahaan.
Advertisement
Baca Juga
Tunggakan utang BHP frekuensi First Media dan Internux, jatuh tempo pada 17 November 2018. Seharusnya jika BHP belum dibayar, izin penggunaan frekuensi dicabut setelah jatuh tempo.
"Memang sudah melebihi batas waktu, tapi ini kan hanya masalah kebijaksanaan, bukan kebijakan. Kebijakannya tidak berubah, jelas, tegas," ungkap Rudiantara saat ditemui usai konferensi pers ASEAN Telecommunications and Information Technology Ministers Meeting (TELMIN) ke-18, di Ubud, Bali, pada Jumat (7/12/2018).
Membayar Hutang pada Pemerintah
Pria berkacamata ini menegaskan perusahaan harus membayar hutang kepada pemerintah, dan akan dikenakan penalti jika tidak melaksakannya.
Namun, permasalahannya adalah nasib pelanggan yang akan merasa kecewa jika tiba-tiba layanannya berhenti beroperasi, terlebih jika masih ada pulsa.
Oleh sebab itu, selama utang BHP frekuensi belum dibayar, maka Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI) telah melarang perusahaan bersangkutan menambah pelanggan.
"Ditjen PPI sudah memanggil agar mereka tidak menambah pelanggan, dan juga diminta membuat mekanisme untuk pelanggan yang masih ada sisa pulsa. Kalau tiba-tiba dimatikan, kasihan semua pelanggan, belum lagi jika masih ada sisi pulsa," tutur pria yang karib yang disapa Chief RA ini.
Advertisement
Kebijaksanaan Tak Berlangsung Lama
Lebih lanjut, Rudiantara menegaskan kebijaksanaan terhadap First Media dan Internux tidak akan berlangsung lama.
"Tenggat waktu (kebijaksanaan) itu tidak akan lama," sambungnya.
Ia pun menegaskan dua anak usaha Lippo Group itu sudah diundang rapat oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) terkait masalah ini.
Dari pertemuan itu, kata Rudiantara, kedua perusahaan dilarang menambah pelanggan baru, serta harus membuat mekanisme pengembalian pulsa pelanggan.
"Kita lihatlah nanti, karena ini masalahnya soal teknis di lapangan, bukan masalah kebijakan. Namanya utang kepada pemerintah ya tetap harus dibayar," tandasnya..
Seperti diketahui, First Media dan Internux merupakan dua dari tiga penyelenggara Broadband Wireless Access (BWA) di frekuensi 2,3GHz yang berhutang kepada pemerintah.
Satu lagi adalah PT Jasnita Telekomindo. Jasnita telah mengembalikan izin frekuensi radio yang dimilikinya ke Kemkominfo.
Hutang BHP Frekuensi
Sebagai penyelenggara BWA di frekuensi 2,3GHz, First Media menempati zona 1 dan 4 dengan cakupan wilayah Sumatera Utara, Jabodetabek dan Banten. Jumlah tunggakan pokok dan denda yang harus dibayar sebesar Rp 364.840.573.118.
Sementara Internux di zona 4 dengan cakupan wilayah Jabodetabek dan Banten. Total tunggakan pokok dan denda sebesar Rp 343.576.161.625. First Media dan Internux sendiri berada di bawah naungan Lippo Group.
Adapun Jasnita berada di zona 12 dengan wilayah Sulawesi bagian utara. Total tunggakannya sebesar Rp 2.197.782.790.
(Din/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement