Liputan6.com, Jakarta - CEO Twitter Jack Dorsey, menuai kecaman di ranah maya lantaran dua hari lalu dia mengunggah foto dan informasi dirinya menjalani meditasi di Myanmar dan memuji negara itu. Dorsey juga mengajak orang untuk berwisata ke Myanmar.
Menurut informasi yang dikutip The New York Times, Jumat (14/12/2018), warganet mengkritik Dorsey karena dia sama sekali tidak menyebut soal penderitaan etnis muslim Rohingya, yang selama ini ditindas di oleh aparat keamanan di Myanmar.
Advertisement
Baca Juga
Sejak Agustus 2017, sekitar 700 ribu warga muslim Rohingya mengungsi ke Bangladesh karena diburu militer yang ingin membalas serangan kelompok militan Rohingya terhadap pos polisi.
Korban tewas warga Rohingya diperkirakan mencapai lebih dari 6.700 orang. Mereka juga mengalami penyiksaan, penganiayaan, pemerkosaan, dan pembantaian massal.
PBB menyebut tindakan kekerasan oleh militer Myanmar sudah masuk kategori genosida terhadap satu kelompok ras.
"Myanmar adalah negara yang indah. Orang-orangnya penuh kebahagiaan dan makanannya luar biasa. Saya mengunjungi Kota Yangon, Mandalay, dan Bagan. Kami juga melihat banyak kuil dan bermeditasi di sana," tulis Dorsey di akun Twitter-nya hari Minggu lalu seraya mengunggah sejumlah foto.
"Apakah ini satire?" kata seorang pengguna Twitter menanggapi unggahan Dorsey. "Semoga ini satire," lanjutnya.
Buta Informasi Soal Rohingya
Tak sedikit pengguna Twitter yang kemudian mengecam unggahan Dorsey itu dengan menyebut dia buta informasi soal Rohingya.
Setelah berkicau tentang meditasi dan perjalanannya di Myanmar itu, Dorsey mengatakan dia akan dengan senang hati menjawab pertanyaan soal pengalamannya selama di negara itu.
Namun, sejauh ini dia tidak merespons kecaman atas kicauannya.
Dan hingga berita ini naik, Manajer Komunikasi Twitter di Asia Pasifik, Kate Hayes, juga menolak untuk berkomentar.
Advertisement
Sempat Buat Kesal Umat Hindu di India
CEO Twitter, Jack Dorsey, membuat kesal umat Hindu dan sejumlah anggota kasta Brahmana karena diketahui berfoto dengan sebuah plakat bertuliskan "Smash Brahminical patriarchy" atau "Hancurkan Patriarki Brahamanisme".
Tulisan tersebut dianggap telah menghina sistem kasta Hindu di India yang menempatkan Brahmana di posisi teratas.
During Twitter CEO @jack's visit here, he & Twitter's Legal head @vijaya took part in a round table with some of us women journalists, activists, writers & @TwitterIndia's @amritat to discuss the Twitter experience in India. A very insightful, no-words-minced conversation 😊 pic.twitter.com/LqtJQEABgV
— Anna MM Vetticad (@annavetticad) November 18, 2018
Dilansir The Guardian, Rabu (21/11/2018), pihak Twitter telah menyampaikan permintaan maaf jika tulisan tersebut telah membuat kesal umat Hindu. Twitter ataupun Dorsey sama sekali tidak mendukung pesan soal tekanan terhadap sistem kasta Hindu.
"Saya sangat menyesal atas hal ini. Ini tidak mencerminkan pandangan kami. Kami mengambil foto pribadi dengan hadiah yang diberikan kepada kami, dan kami seharusnya lebih bijaksana. Twitter berusaha menjadi platform yang tidak memihak bagi semua orang. Kami gagal melakukannya di sini dan kami harus melakukannya lebih baik untuk melayani pelanggan kami di India," tulis pimpinan kebijakan dan legal Twitter, Vijaya Gadde, melalui akun Twitter resminya.
I'm very sorry for this. It's not relective of our views. We took a private photo with a gift just given to us - we should have been more thoughtful. Twitter strives to be an impartial platform for all. We failed to do that here & we must do better to serve our customers in India
— Vijaya Gadde (@vijaya) November 19, 2018
Di sisi lain, permintaan maaf Twitter justru disayangkan oleh sejumlah pihak. Twitter dinilai seharusnya berbicara terang-terangan menentang Brahmanisme, yakni keyakinan yang membagi manusia dalam empat kasta berbeda.
Dalam agama Hindu yang merupakan mayoritas di India, Brahmana merupakan kasta tertinggi.
"Pernyataan yang sangat mengecewakan dari Twitter. Brahmanisme dan patriarki bersifat menindas, jadi mengapa pandangan Twitter tidak mencerminkan memberikan ruang bagi suara yang terpinggirkan? Menyebut "tidak memihak", hanya sebuah cara menghindari upaya untuk mencegah usaha nyata membuat ruang ini setara," tulis Sandhya Ramesh di Twitter.
Terribly disappointing st. on behalf of Twitter. Both Brahminism & patriarchy are oppressive by nature, so why would Twitter's views not reflect giving space to marginalized voices? Calling pandering "impartial" is just a cop out preventing actual efforts to make this space equal
— Sandhya Ramesh (@sandygrains) November 20, 2018
Kemunculan Foto
Foto Dorsey yang dipermasalahkan diambil pada pekan lalu saat bertemu dengan kelompok jurnalis, penulis, dan aktivis di New Delhi, India.
Pertemuan itu menjadi wadah bagi mereka membagikan pengalaman di website dan aplikasi terkait pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan.
Salah satu yang hadir di acara tersebut adalah seorang aktivis yang berkasta Dalit. Dalit adalah kasta terendah di India, yang tidak dimasukkan ke dalam empat tingkatan kasta yakni Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra.
Mereka juga kerap disebut "yang tidak tersentuh" atau untouchable, dan secara historis dilarang melakukan pekerjaan apapun, kecuali yang paling rendah.
Foto Dorsey yang memegang plakat tersebut tersebar di ranah internet, dan memicu kemarahan umat Hindu dan sejumlah anggota kasta Brahmana. Beberapa yang mengkritisi adalah jurnalis senior, pelaku bisnis, dan tokoh terkemuka Hindu di India.
"Mengejutkan! ada poster "smash Brahmanical" saat kunjungan CEO Twitter di India. Apakah ini demonologi Brahamana oleh asing #BreakingIndiaForces dapat diterima? apakah ini merupakan ujaran kebencian?," tulis peneliti dari India, Rajiv Malhotra.
SHOCKING! A "smash Brahmanical" poster on proud display during @Twitter CEO @jack visit to India. Is this demonology of Brahmins by foreign #BreakingIndiaForces acceptable? Is it hate speech?
— Rajiv Malhotra (@RajivMessage) November 19, 2018
Terlepas dari kritikan ini, India memiliki peran penting dalam perkembangan Twitter. Twitter memperkirakan memiliki sekira 34, 4 juta pengguna aktif bulanan di negara tersebut.
Reporter: Merdeka
Sumber: Merdeka.com
(Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement