Liputan6.com, Jakarta - Teknologi pemindaian wajah untuk membuka smartphone memang sangat populer saat ini. Dimulai dari iPhone X, teknologi ini kini sudah merambah ke sejumlah perangkat Android.
Melihat tren tersebut, Sony dilaporkan sudah menyiapkan teknologi baru untuk pemindaian wajah di smartphone. Hal itu diungkapkan oleh kepala divisi sensor Sony Satoshi Yoshihara.
Dikutip dari Phone Arena, Kamis (3/1/2019), perusahaan asal Jepang itu sedang menyiapkan sensor 3D baru untuk kamera depan dan belakang. Kabarnya, sejumlah perusahaan smartphone bakal menggunakan teknologi baru ini di perangkatnya.
Advertisement
Baca Juga
"Kamera telah mengubah smartphone. Saya memiliki ekspektasi yang sama dengan 3D. Kecepatannya memang berbeda tiap bidangnya, tapi pasti. Saya yakin akan itu," tuturnya.
Sony menuturkan, teknologi ini akan menciptakan model wajah pengguna yang lebih detail. Nantinya, teknologi pemindaian wajah anyar tersebut dapat membaca wajah pengguna dengan jarak hingga lima meter.
Hal itu dimungkinkan sebab teknologi ini memanfaatkan kamera 3D dengan sinyal laser yang berdenyut untuk mengukur sebuah objek. Metode ini mirip dengan cara kelelawar menggunakan echolocation di alam.
Sementara perusahaan lain, seperti Apple memproyeksikan titik-titik cahaya tidak terlihat ke wajah pengguna untuk mengukur objek. Karenanya, Sony menyebut teknologi ini menawarkan akurasi yang lebih baik.
Dengan kemampuan tersebut, Sony serius untuk menghadirkan teknologi ini ke pasar. Bahkan tidak hanya smartphone, teknologi ini dapat disematkan di mobil otonomos, drone, hingga robot.
Produksi massal teknologi ini dijadwalkan dilakukan pada pertengahan 2019. Oleh sebab itu, kemungkinan besar teknologi pemindaian wajah ini akan diterapkan di smartphone pada akhir 2019.
3D Facial Recognition Sudah Diramalkan
Sebelumnya, Qualcomm pernah meramalkan teknologi pemindaian wajah bakal makin mumpuni dalam beberapa tahun ke depan.
Saat ini memang teknologi pengenalan atau pemetaan wajah (facial recognition) pada perangkat mobile dianggap belum dapat memenuhi espektasi pasar mengingat banyak kasus penyalahgunaan fitur ini oleh orang lain.
Padahal, fitur facial recognition digadang-gadang menjadi salah satu fitur utama pada smartphone dalam beberapa tahun ke depan.
Executive Vice President Qualcomm Technologies, Cristiano Amano, justru mengungkap manufaktur ponsel mulai menggarap teknologi pemindaian wajah 3D yang lebih mumpuni.
"Nanti akan semakin banyak OEM yang memboyong teknologi facial recognition 3D, fingerprint, dan iris yang lebih baik," ungkapnya ditemui di Qualcomm Snapdragon Tech Summit 2017.
Kebanyakan ponsel yang beredaran di pasaran masih dibekali dengan facial recognition 2D dengan kemampuan pemindaian wajah yang berisiko untuk dipalsukan. Berbeda dari facial recognition 3D yang melakukan pemindaian wajah lebih detail dan menyeluruh.
"Anda harus tahu sejumlah produsen Android bakal menggunakan fitur ini, terutama face mapping 3D dan integrasinya lewat teknologi (Qualcomm) kami," tambah Amon.
Advertisement
Teknologi Pemindai Wajah Bisa Deteksi Penyakit Langka
Sekelompok ilmuwan memanfaatkan teknologi pemindai wajah (facial recognition) untuk mendeteksi penyakit langka.
Ilmuwan dari National Human Genome Research Institute ini mengembangkan metode pemindaian wajah yang bisa mendiagnosis apakah ada kondisi genetika anomali di pasien.
Kondisi ini biasanya dikenal dengan sebutan “DiGeorge Syndrome”. Penyakit langka ini disebabkan ketiadaan sejumlah kromosom di tubuh. Akibatnya, pasien yang menderita penyakit ini berpotensi mengalami komplikasi penyakit akut.
Disampaikan ahli genetik National Human Genome Research, Paul Kruszka, penyakit ini bisa dialami semua manusia dari berbagai usia.
“Pada umumnya, DiGeorge hanya dialami oleh keturunan non-Causcasian, akan tetapi sering kali penyakit ini juga dialami keturunan Afrika, Asia dan Amerika Latin,” jelas Kruszka.
Teknologi pemindaian wajah ini diklaim 96 persen akurat dalam mendiagnosis kondisi pasien. Bahkan, juga dapat mendeteksi Down Syndrome.
Ini bukan pertama kalinya teknologi bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi penyakit. Sebelumnya, teknologi Virtual Reality (VR) juga bisa meneliti penyakit kanker dan tumor.
Dengan menggunakan VR Headset, dokter bisa melihat biopsi dari kanker atau tumor dengan sodium polyacrylate, yang ukurannya akan ditingkatkan sekitar 100 kali.
Setelahnya, tim bedah akan menganalisis dari luar dan dalam, dan mereka tak hanya akan melihat dari apa tumor itu bisa terbuat, tetapi juga membuat gambar 3D berdasarkan jaringan biopsi yang disaksikan dokter di aplikasi VR.
Dengan begitu, gambar 3D tumor yang bisa dilihat di aplikasi VR juga bisa menampilkan sejumlah data tentang fungsi dan sel tumor, bagaimana mereka bisa berinteraksi, hingga seperti apa tata letaknya.
(Dam/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: